KHITTAH.CO, Makassar – Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (BEM FH-UH) menggelar Diskusi Jurnal Warung Kopi bertema “Menagih Janji Reformasi, Tepatkah KPK Dilumpuhkan?” di Perumahan Bukit Baruga Antang pada Jum’at (28/05/2021).
Diskusi yang bertujuan memberi kajian akademik tentang pelemahan KPK ini menghadirkan narasumber yakni pengamat politik kebangsaan Arqam Azikin, akademisi FH-UH Fajlurrahman Jurdi dan Kordiv Sipol LBH Makassar Haerul Karim.
Presiden BEM FH-UH Taufik Hidayat meyampaikan, kegiatan dilaksanakan untuk mengawal pelemahan KPK yang terjadi di depan mata. Hal ini memperlihatkan kemunduran pemberantasan korupsi dan mengonfirmasi terjadinya penghianatan terhadap amanat reformasi.
“Ini merupakan respon atas ketidakadilan di negeri ini. Sebagai anak kandung reformasi, KPK telah dilumpuhkan dan dilucuti. Pelemahan KPK ini menjadi jalan mundur pemberantasan korupsi serta penghianatan terhadap amanat reformasi,” tuturnya.
Pada kesempatan itu, Arqam Azikin menyampaikan, agenda penting reformasi adalah pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme. Ia juga menyesalkan kondisi yang menimpa KPK saat ini, jauh dari nafas pembentukannya yaitu independen.
“Agenda reformasi adalah pemberantasan KKN yang melahirkan KPK. Sangat mengagetkan jika pegawai KPK menjadi ASN, karena roh sebenarnya adalah independensi. Lembaga anti rasuah yang independen tentu tidak bisa diharapkan jika pegawainya berada dalam kendali eksekutif,” tegasnya.
Ia juga menyesalkan adanya pertanyaan TWK yang melenceng dari segi kebangsaan. Karena untuk menilai kebangsaan seseorang adalah jiwa nasionalisme dan mencintai NKRI
Sementara itu, Haerul Karim meyampaikan, KPK ini istimewa dan bertahan hingga saat ini karena lahir dari mandat elemen bangsa yang memiliki tujuan dan cita pemberantasan korupsi.
“KPK lahir dari mandat rakyat saat reformasi. Namun KPK saat ini seperti mayat hidup, berbentuk namun tak bernyawa. KPK menjadi anak kandung reformasi, namun hari ini menjadi anak yang dibuang,” ungkapnya.
Pada kesempatan yang sama, Fajlurrahman Jurdi menjelaskan, awal kehadiran KPK membawa harapan besar menopang penguatan penegakan hukum dan proses pemberantasan korupsi. Namun secara realitas telah terjadi pembunuhan terhadap konsolidasi demokrasi yang dilakukan. Seperti Revisi undang-undang KPK, hadirnya UU Ciptaker adalah bagian sistemis penghianatan pemberantasan korupsi.
Kejahatan korupsi, lanjutnya, adalah kejahatan yang tidak pernah dilakukan oleh satu orang, korupsi ini adalah kejahatan yang dilakukan secara berjejaring. Realitas KPK saat ini juga lebih baik dibubarkan saja.
“Kejahatan Legislasi menciptakan norma baru yang menguntungkan bagi mereka yang berkuasa. Perubahan UU KPK telah direncanakan detail. Selain itu, 49 aturan turunan UU Ciptaker yang terdiri 46 PP dan 3 Perpres langsung jadi hanya setahun. Ini diluar akal sehat,” jelasnya.
Hal ini berbeda, misalkan UU Pemerintahan daerah yang mewajibkan membuat Perpres tentang urusan konkuren. Itu perpresnya belum jadi sampai sekarang. Namun ada satu UU yang lahirnya tahun itu dan tahun itu juga jadi 49 aturan pelaksanaannya.
“Ini adalah rencana sistematis. KPK harus dilemahkan karena rencana sistematis ada di UU Cipta Kerja. Pengawasan kontrol ada di KPK dan akan menghambat proses investasi di UU Ciptaker yang telah direncanakan oligarki. Pastinya ini kerja jejaring yang melibatkan minimal tiga pihak, pihak pemerintah, DPR bisa jadi, dan pengusaha. KPK sekarang lebih baik dibubarkan saja dulu,” tutur Fajlur.
Fajlur menambahkan bahwa harapan yang bisa dilakukan adalah konsolidasi ulang masyarakat sipil meminta dibubarkan KPK saat ini kalau KPK sekarang tidak bisa dipebaiki, karena sudah tidak ada harapan kepada Pimpinan KPK sekarang, skenario nyata bahwa penhancuran terhadap KPK melalui tes wawasan kebangsaan adalah bukti nyata penghancurang KPK.
“Mana ada pegawai yang diberhentikan karena tes wawasan kebangsaan, sejak kapan? Kan harus ada pelanggaran etik, dan harus lewat persidangan, dinyatakan melanggar, jenis pelanggarannya apa? pelanggaran sedang, berat atau ringan. Tapi ini karena tes wawasan kebangsaan yang tidak jelas, akhirnya kita menyaksikan KPK digiring ke tiang gantungan oleh mereka yang sedang memegangi sendiri. Saya pikir sejarah akan mencatat bahwa mereka yang ada saat ini, akan dicatat sebagai pembunuh harapan kita, karena tinggal satu harapan kita dipenegakan hukum tinggal KPK dan harapan kita telah selesai”, tambahnya.
Kegiatan yang berlangsung luring terbatas dan live di instagram @bemhukumunhas ini diikuti Pengurus BEM Hukum UNHAS, sejumlah OKP dan mahasiswa hukum Makassar. Kegiatan ini ditutup dengan penyerahan sertifikat penghargaan kepada masing-masing narasumber yang diserahkan oleh Wahyudin selaku Founder Jurnal warung Kopi center dan Presiden BEM FH-UH oleh Taufik Hidayat.