KHITTAH.co – MAKASSAR, – Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan (PWM Sulsel) kembali menggelar Pengajian Bulanan via zoom, Sabtu, 6 November 2021.
PWM Sulsel mendapuk Universitas Muhammadiyah Parepare (UMPAR) sebagai tuan rumah pelaksana pengajian.
Kali ini, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof. Dr. Haedar Nashir menjadi narasumber yang membahas tema “Peta Jalan Peradaban Umat Islam Indonesia”.
Prof. Haedar megungkapkan, dengan spirit kunci wahyu pertama berupa perintah membaca, Nabi Muhammad Saw telah mengubah peradaban Islam yang semula jahiliyah.
“Nabi mengubah bangsa Arab menjadi Al-Madinah Al Munawwarah itu, lihat kuncinya, wahyu pertama bukan nahi munkar, tapi dimulai dengan iqraa bismi rabbikalladzii khalaq. Ini kalau teologi Iqra dirumuskan secara bagus, itu akan menjadi peta jalan peradaban,” ungkap Haedar.
Lebih lanjut Haedar menjelaskan, sebenarnya master plan atau peta jalan dakwah Islam untuk membangun peradaban sudah jelas pada surah An-Nahl ayat 125.
Hanya saja, umat Islam, terkhusus para mubalig jarang mengelaborasi surah itu. Malahan, lanjut Haedar, seringkali kita melompat, langsung pada perintah
mencegah kemungkaran (manroa minkum munkaron).
“Bahkan sebenarnya, Surah Al-Imran 104 yang sering disebut sebagai ayatnya Muhammadiyah itu tidak melompat langsung ke amar ma’ruf nahi munkar, tapi dimulai dengan waltaqum minkum ummati. Umat di sini pun tidak sembarang orang, bukan umat awam, tapi umat terpilih,” kata Haedar.
Lanjut Haedar, di Al-Imran ayat 110 bahkan perintahnya lebih jelas. Kuntum khairu ummah itu perintah untuk menjadi segolongan umat terbaik. Ini karena, lanjut Haedar, nantinya umat Islam akan berperan ukhrijat linnas, ta’muruna bil ma’ruf, wa tanhauna anil munkar, watu’minuna billah.
Kaifiyahnya, lanjut Haedar adalah Surah An-Nahl 125. “Walmau’izhaatil hasanah itu mengedukasi, ber-mujadalah itu perlu iqra, perlu belajar mantiq, perlu ilmu, karena di ujungnya, billati hiya ahsan, dengan materi atau argumen yang terbaik,” tegas Haedar.
Karena itu, lanjut Haedar, jika umat Islam tidak setuju dengan paham sekuler-liberal, seharusnya umat memiliki argumen yang terbaik daripada paham tersebut.
“Bukan asal menolak, bukan asal tidak setuju. Tapi kalau kita merujuk pada Muthahhari dan Qardawi, kalau kita tidak setuju dengan yang liberal-sekular, jangan malah lari ke tempat yang sebaliknya, yang jumud, yang konservatif, yang ortodoks,” kata Haedar.
Haedar melihat, seringkali pihak yang menolak liberal-sekuler malah menjadi yang jumud atau ortodoks. “Padahal yang jumud-ortodoks inilah yang dilawan oleh Muhammadiyah. Pikiran kolot, pikiran konservatif, pikiran menolak orang lain tanpa argumentasi,” tutup Haedar.