Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Pahlawan dalam Dimensi Historis dan Realitas

×

Pahlawan dalam Dimensi Historis dan Realitas

Share this article

Oleh: Muh. Haris*

 

Di masa penjajahan, pahlawan-pahlawan lahir dari sikap keberanian dalam menentang kolonialisme dan imprealisme Barat. Mereka adalah orang-orang terbaik yang menjadi penggerak perjuangan bangsa. Segala harta, takhta, bahkan nyawa dikorbankan demi terlepas dari belenggu penjajahan.

Kala itu, para pahlawan bangsa berjuang dengan semangat kedaerahan. Mereka berjuang habis-habisan dalam mengusir penjajah, tak ada rasa takut, tak gentar, sebab mereka adalah pemilik sah negeri ini.

Perjuangan yang panjang terus mereka lakukan, tak akan pernah berhenti sebelum kemerdekaan diraih, meski itu butuh darah dan air mata. Bagi mereka mati dalam mempertahankan harga diri dan membela tanah air lebih mulia ketimbang pasrah dengan keadaan dan perbudakan. Dengan bersenjatakan bambu runcing, serta senjata-senjata sederhana, mereka berjuang di medan perang, menumpas kezaliman di bumi pertiwi tercinta.

Ada Pangeran Nuku dan Kapitan Pattimura dari Maluku. Di Aceh ada Sultan Iskandar Muda, Teuku Umar dan Cut Nyak Dien. Ada pula Sultan Agung dari Jawa. Di Banten ada Sultan Ageng Tirtayasa. Di Sulawesi Selatan ada Sultan Alauddin dan Sultan Hasanuddin. Tidak ketinggalan di Riau ada Raja Siak Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah. Dan masih banyak lagi pahlawan-pahlawan yang tak bisa disebutkan satu persatu.

Selain dengan mengangkat senjata, ada pula pahlawan-pahlawan yang lahir dari para cendekiawan. Mereka telah mengenyam pendidikan, hingga dari pendidikan tersebut telah membuka hati dan pikiran mereka untuk turut berjuang dalam mencapai kemerdekaan.

Bagi mereka, berjuang bukan hanya tentang mengangkat senjata, mereka punya cara tersendiri dalam berjuang yakni dengan membentuk organisasi-organisasi modern. Lewat organisasi inilah, diharapkan dapat memobilisasi massa dalam rangka memperjuangkan kemerdekaan. Masa ini disebut masa pergerakan nasional Indonesia.

Organisasi-organisasi tersebut di antaranya adalah Budi Utomo, didirikan oleh para pelajar STOVIA di Jakarta pada tanggal 20 mei 1908, dipelopori oleh Sutomo serta digagas oleh Dr. Wahidin Sudirohusodo. Ada Sarekat Islam yang didirikan pada tahun 1911 di Kota Solo oleh H. Samanhudi.

Ada pula Muhammadiyah yang didirikan oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta. Dan organisasi-organisasi lainnya.

Di masa sekarat militer Jepang, pahlawan-pahlawan lahir dari mereka yang ingin membangun sebuah negara merdeka, bagi mereka masa itu adalah momentum terbaik dalam mencapai cita-cita kemerdekaan. Maka melalui perintah Jepang, mereka pun segera mengemban amanah dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.

Kala itu dibentuk Dokuritsu Junbi Chosakai atau BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 1 maret 1945. Badan ini diketuai oleh KRT. Rajiman Widyodiningkrat dan wakilnya yaitu R. Surono. Melalui BPUPKI, dibahas Dasar negara (Pancasila) dan UUD.

Selain BPUPKI, Jepang juga memerintahkan untuk membentuk Dokuritsu Junbi Linkai atau PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 7 agustus 1945. Diketuai oleh Ir. Soekarno dan wakilnya yaitu Drs. Moh. Hatta. PPKI bertugas untuk melanjutkan tugas BPUPKI dan mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.

Mendengar berita kekalahan Jepang kepada sekutu pada tanggal 14 agustus 1945, pahlawan-pahlawan yang kala itu berkecimpun dalam badan-badan yang dibentuk Jepang segera menyambut hangat berita tersebut dengan segera merencanakan proklamasi kemerdekaan.

Namun, tidak semuanya sependapat. Bagi mereka yang golongan tua, melaksanakan proklamasi kemerdekaan setelah melakukan sidang PPKI dianggap lebih baik ketimbang tanpa melalui sidang PPKI yang terkesan tergesa-gesa.

Lain lagi menurut Golongan Muda, bagi mereka proklamasi kemerdekaan bukanlah hak Jepang, mendahului dengan sidang PPKI seakan-akan kemerdekaan Indonesia adalah pemberian mereka, tidak saudara! Proklamasi harus segera digemakan.

Karena perbedaan pendapat ini tak kunjung menemukan titik temu, maka Golongan Muda pun membulatkan tekad untuk memproklamasikan kemerdekaan apapun caranya, termasuk dengan membawa Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta ke Rengasdengkok. Perundingan pun terjadi di rumah seorang keturunan Tionghoa bernama Jo Ki Song. Hingga sampailah pada kesepakatan untuk memproklamasikan kemerdekaan di Jakarta pada tanggal 17 agustus 1945.

Kemerdekaan telah diraih, namun masalah tak pernah berhenti. Sekutu sebagai pemenang dalam Perang Dunia 2 merasa memiliki hak terhadap Indonesia, mereka berniat menguasai tanah air yang telah mengumandangkan kemerdekaan.

Di masa ini, pahlawan-pahlawan lahir dari sikap gigih mereka dalam mempertahankan kemerdekaan. Dengan berlandaskan nasionalisme dan patriotisme, mereka bertempur dengan gagah berani, menumpas angkara murka dan arogansi sekutu.

Di Jawa Barat terdapat peristiwa Bandung Lautan Api sebagai luapan kemarahan pemuda-pemuda Bandung yang tak rela bila daerahnya digunakan oleh para sekutu. Peristiwa tersebut diabadikan dalam lagu Halo-Halo Bandung.

Di Sumatera Utara, para pemuda dan rakyat yang tak terima lencana merah putih diinjak-injak oleh tawanan Belanda segera menyerbu, mereka melakukan bentrok senjata dengan pasukan sekutu. Bentrokan tersebut menjalar hingga ke seluruh Medan. Peristiwa tersebut dikenal dengan nama “Medan Area.”

Tak kalah heroik, di Jawa Timur arek-arek Surabaya berjuang mati-matian memerangi sekutu. Sekutu kala itu mengerahkan pasukan infantri dengan senjata-senjata berat guna menaklukan Surabaya. Meski demikian, semangat para pemuda Surabaya yang dikobarkan oleh Bung Tomo lebih dahsyat keitmbang senjata-senjata berat tersebut.

Pertempuran yang berlangsung sekitar tiga minggu itu berakhir dengan tewasnya jenderal-jenderal sekutu di tangan para pemuda dan rakyat. Untuk memperingati peristiwa yang menelan banyak korban dari pihak Indonesia itu, maka dijadikanlah sebagai hari Pahlawan setiap tanggal 10 november.

Kini, di era reformasi, pahlawan-pahlawan tetap ada. Mereka terus lahir di bumi pertiwi. Merekalah yang lahir dari kepedulian, pengorbanan, dan asa dalam memajukan negeri. Bapak Ibu Guru tercintalah pahlawan-pahlawan tersebut.

Dengan dedikasi dan pengorbanan yang tak ternilai, mereka mengabdi dengan hati. Mengajarkan, mencerdaskan, dan mendidik anak-anak bangsa. Merekalah pelopor mimpi-mimpi, merekalah pelita di kegelapan yang cahayanya tak akan pernah padam.

Merekalah pahlawan-pahlawan realitas. Berjuang tak kenal batas. Membelah lautan dan menelusuri hutan tak jadi hambatan, sebab mereka mengajar dengan keikhlasan. Merekalah pahlawan yang tak usang, pahlawan yang perjuangannya tak ditelan zaman, meski jauh dari kesejahteraan.

 

* Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi, Universitas Muhammadiyah Makassar.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply