Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Tokoh

Mawardi Pewangi, Sang Pendekar Pengaderan Muhammadiyah

×

Mawardi Pewangi, Sang Pendekar Pengaderan Muhammadiyah

Share this article
Wakil Ketua PWM Muhammadiyah Sulsel, Mawardi Pewangi

KHITTAH.CO– Laki-laki kelahiran Tungka, Enrekang, 31 Desember 1962 ini dikenal sebagai aktivis Muhammadiyah yang tergolong paling giat. Bagaimana tidak, Mawardi Pewangi sudah dimasuki oleh pemahaman al-Islam Ke-Muhammadiyahan sejak dirinya remaja.

Hal itu karena Mawardi menempuh pendidikan di Madrasah Tsnawiyah Pesantren Darul Falah, Enrekang hingga tingkat aliyah. Pesantren ini merupakan bagian dari Yayasan KH Ahmad Dahlan di Enrekang.

Pesantren tersebut dikenal berafiliasi kepada Muhammadiyah. Di pesantren inilah, Mawardi menjadi kader gerakan kepanduan Hizbul Wathan dan dididik langsung oleh Maestro Gerakan Kepanduan, Qadir Sarro.

Ilmu dan keterampilan yang diperoleh Mawardi menjadi bekal dirinya berdakwah. Terlebih, ia kuliah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin Ujung Pandang, kini UIN Alauddin Makassar.

Mawardi tidak hanya sibuk dengan tugas akademik. Ia juga menghabiskan waktunya di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).

Ia bahkan sempat menjadi Ketua Komisariat IMM Fakultas Adab IAIN Alauddin Ujung Pandang. Setelah itu, ia diamanahi sebagai penanggung jawab bidang Kader Pimpinan Cabang IMM Kotamadya Ujung Pandang.

Tidak hanya itu, dirinya juga pernah diamanahi sebagai penanggung jawab bidang Kader Dewan Pimpinan Daerah (DPD) IMM Sulsel. Mawardi juga dikenal sebagai spesialis screening di IMM saat itu.

Bagi anak IMM, Screening dikenal sebagai salah satu tindakan sakral dalam pengaderan. Tindakan tersebut biasanya dilakukan kepada peserta pengaderan yang dianggap paling “bermasalah”, meski peserta berprestasi pun biasanya ditindaki screening.

“Saya pernah diminta screening satu peserta. Saya bonceng dia ke kuburan. Saya tinggalkan dia sendirian di tengah kuburan tengah malam. Di situ dia jadi sadar, kenapa harus takut sama kuburan, sama orang mati, sementara kita ada tauhid,” ungkap dia.

Ia mengungkapkan, instruktur IMM dahulunya sangat kuat dalam menyampaikan doktrinasi. Terlebih dalam prosesi screening. Karena itulah, kader IMM di masanya dikenal sangat militan.

“Sebenarnya, inti dari pengaderan itu ada pada screening. Sehingga saya dulu itu dikenal sebagai tukang screening. Kalau ada pelatihan instruktur, saya diberi tugas untuk membawakan materi screening,” ungkap dia.

Hal itu dikisahkan Mawardi Pewangi saat dijumpai di ruangannya, Lantai 16 Menara Iqra Unismuh Makassar, Selasa, 31 Januari 2023, usai ujian promosinya.

Mawardi Pewangi juga mengisahkan, selama ber-IMM, dirinya seringkali ditugaskan mengelola pengaderan hingga luar kota.

“Di Kendari, saya yang pertama kali membuka DAD. Saya di Gorontalo juga. Bahkan, di Gorontalo, waktu itu, saya satu bulan di sana. Karena waktu itu, selesai DAD satu pekan, masuk DAM. Satu pekan setelah DAM, masuk LI. Kader saya, sudah ada yang jadi Ketua PDM. Banyak juga yang aktif, jadi dosen di Universitas Muhammadiyah Gorontalo,” ungkap dia.

Mawardi juga sempat menjadi Wakil Sekretaris DPD IMM Sulsel. Setelah itu, dialah yang menggantikan Ambo Asse, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sulsel sekarang, menjadi Sekretaris Umum DPD IMM Sulsel.

Di masa inilah, dirinya banyak terlibat dalam pengaderan bagi generasi muda dan dakwah hingga daerah pelosok.

Ia membeberkan, dirinya pernah berdakwah di Malaysia, Biak Numfor Papua, Toli-toli, dan daerah lain. Ia paling sering berkunjung ke Kalimantan setiap Ramadan.

“Atas nama Muhammadiyah, saya menerima permintaan dari sana, setiap Ramadan. Dari situlah kita belajar banyak dari pengalaman dengan masyarakat, menghadapi problema masyarakat,” ungkap dia.

Bahkan, ungkap dia, dirinya seringkali menghadapi perilaku yang bertentangan dengan pemahaman al-Islam Ke-Muhammadiyahan yang ia yakini.

“Tapi kita hadapi itu dengan penuh kebijaksanaan. Inilah yang saya banyak pelajari dari kiai-kiai kita,” ujar dia.

Hal itulah yang ia pelajari dari KH Sanusi Maggu, S Madjidi, KH Djamaluddin Amien, dan KH Baharuddin Pagim.

“Kita sering pergi daerah bersama KH Sanusi Maggu. Dari situ, saya belajar istikamahnya. Beliau itu yang paling keras melatih kepercayaan diri saya. Saya pernah disuruh ceramah, dadakan,” ungkap dia.

“Masih bagus kalau kita yang disuruh ceramah dulu. Tapi kalau beliau yang lebih dahulu, kita disuruh bantah ceramahnya beliau, waah, bagaimana caranya dibantah ceramahnya beliau? Kalau kita ceramah, beliau marah. Saya tidak suruh-ko ceramah, saya minta bantah ceramah saya,” kenang Mawardi sumringah.

Mawardi Pewangi bahkan pernah ditinju oleh KH Sanusi Maggu. Mawardi mengisahkan, Mantan Ketua PWM Sulsel tersebut marah karena seusai menyampaikan ceramah, Mawardi mengucapkan bahwa dirinya hanyalah manusia biasa, karena itu Mawardi memohon maaf jika ada kesalahan dalam ceramahnya.

“Wah, ditinju saya. Beliau bilang, Ah, tidak ada manusia biasa itu kalau mubalig Muhammadiyah. Manusia biasa itu yang kafir-kafir. Orang beriman itu manusia luar biasa,” kata Mawardi mengisahkan dengan mata berkaca-kaca.

Kalau dari KH Djamaluddin Amien, Mawardi banyak belajar terkait kesederhanaan dan kedisiplinan waktu. “Banyak nasihat yang diberikan ke saya Pak Kiai Djamal itu, sehingga terkadang, beliau juga curhat ke saya itu,” kata Mawardi.

Mawardi mengaku belajar terkait keikhlasan kepada KH Baharuddin Pagim. “Beliau itu sungguh sederhana, menerima apa adanya, tidak pernah banyak menuntut,” ujar dia.

Wakil Rektor IV Unismuh Makassar ini juga belajar terkakit ijtihad dan bertanggung jawab dari S Madjidi. “Pak Madjidi selalu tekankan, jangan bilang dari saya, kalau kau yang mengatakan. Pernah Beliau marah ke Pak Bakri Wahid karena di radio disebut bahwa menurut S Madjidi wah, marah Pak Madjidi itu”.

“Beliau bilang kalau itu kau katakan, tanggung jawabkan, jangan sebut itu dari saya. Biarlah yang menurut saya, untuk diri saya, ungkap Mawardi mengutip S Madjidi.”

Dari para guru itulah, Mawardi bisa bersikap seperti sekarang. Mawardi dikenal sebagai sosok yang sangat disiplin dan bertanggung jawab.

Saban agenda yang dihelat oleh majelis di bawah koordinasinya, Mawardi pasti setia mengawal, bahkan seringkali sampai akhir.

Tim Khittah menyaksikan sendiri Mawardi mengawal Darul Arqam dan Pelatihan Instruktur wilayah hingga akhir.

Mawardi memang mengoordinatori Majelis Pendidikan Kader (MPK). Kini, MPK jadi salah satu majelis yang teraktif di PWM Sulsel, bahkan secara nasional.

Tidak hanya itu, Mawardi juga sangat aktif mengawal kebijakan transformasi kader di kalangan angkatan muda Muhammadiyah (AMM) Sulawesi Selatan. Dialah yang memediasi AMM sehingga kesepakatan transformasi kader diterima dan dijalankan konsisten oleh seluruh pimpinan AMM.

Ia juga merupakan koordinator dari Lembaga Pembina Pesantren Muhammadiyah (LP2M). Di bawah koordinasinya, LP2M PWM Sulsel didapuk sebagai yang terbaik se-Indonesia.

Mawardi juga diketahui paling aktif mengunjungi pesantren-pesantren Muhammadiyah. Dalam waktu dekat, dirinya akan mengunjungi pesantren muallaf di daerah ketinggian Pinrang.

“Pesantren-pesantren kita ini, wadah kita untuk menyiapkan generasi penerus dengan ideologi Muhammadiyah yang kuat. Jadi, pesantren itu wadah pengaderan. Kita harus pegang teguh, peringatan Quran, jangan sampai kita meninggalkan generasi yang lemah,” tutup Mawardi.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

  • Klik Banner PMB UMSI

Leave a Reply