Oleh : Dr. Yustin Paisal S.T , M.T
Sesuai dengan makna aslinya, filsafat berarti cinta kebenaran. Ketika disandingkan dengan kata tambahan seperti Islam sehingga menjadi Filsafat Islam, maka maknanya menjadi lebih spesifik, yakni cinta kebenaran melalui Islam.
Maknanya adalah dengan ber-filsafat islam, kita mengenal Islam melalui penafakkuran dan pentadabburan sebagai instrumen filsafat Islam dengan akal-hati-iman menjadi substansinya atas berbagai eksistensi dan fenomena berkenan tentang ayat-ayat Kauni-Nya dan ayat-ayat Qauli-Nya, yaitu Al-Qur’an yang mana berasal dari eksistensi mutlak yakni Allah.
Kemudian, Allah swt mengutus para Rasul untuk menyampaikan risalah kegaiban. Dengan demikian, kaum mereka akan mengenal Tuhan dengan lebih suci. Suatu ketika, Ali bin Abi Thalib r.a memberi definisi tentang Tuhan, “…Aku menyembah Tuhan yang aku lihat, sebab bagaimana mungkin aku menyembah Tuhan yang tidak aku lihat?….”. Yang dimaksud oleh Ali di sini adalah realitas Tuhan yang mana tidak ada keraguan sedikitpun akan keberadaannya.
Sekiranya hijab tersingkap, maka keimanan beliau juga sebagaimana sebelum tersingkapnya! Demikianlah kualitas keimanannya melalui kedalaman pancaran keilmuan beliau dari aqal-hati yang tersucikan seluruh, yang juga dikenal sebagai pintu Ilmu Nabinya. Umar bin Khattab r.a mengakui kecerdasan beliau.
Jadi paparan di atas adalah definisi tentang pencipta ayat Kauni. lalu bagaimana dengan ciptaan dan kalam-Nya? Untuk apa keberadaan keduanya bagi orang-orang beriman dalam perikehidupan mereka?.
Ada suatu jawaban yang inklusif. Bahwa, dalam nasehat mukhasyafah-irfani-falsafati-Ilahiyah, “…Sebaik-baik orang yang beriman yang berjalan dipermukaan bumi ini adalah orang – orang yang dapat mentafakkuri dan mentadabburi ayat-ayat kauni-Nya dan ayat-ayat Qauli-Nya, dengan demikian mereka selalu terbimbing oleh perintah Allah dan nasehat orang-orang suci“.
Nabi Muhammad saw ,keluarga dan para sahabatnya merupakan tauladan ummat pada setiap zamannya dan merupakan pemberi penerangan: peringatan dan kabar gembira, yang nyata dan yang goib, sehingga umat Islam sejatinya menjadi umat yang dapat mengenal dirinya dan akhirnya mengenal Tuhannya.
Mereka dibimbing oleh orang dibalik tabir: berupa malaikat yang didekatkan untuk membimbing para utusan Allah atau siapa yang dikehendakin-Nya, dengan penguatan kepada hati dan akal, dan bantuan “tentara” tak terlihat, sehingga selalu dalam jalan kebenaran sejati dan cinta kebenaran sejati.
Oleh karena itu, dari titik ini, para Nabi dan para sahabatnya memberikan penjelasan yang tepat atas segala fenomena kauni-Nya dan Qauli-Nya sehingga kaumnya selalu berada dalam hujjah yang tidak terbantahkan. Dan pada setiap dari mereka ada suatu kaum yang terjebak dengan hawa nafsunya, yang seakan-akan juga memberi penerangan kebenaran, namun yang sebenarnya adalah mereka terjebak dengan pemikiran perut dan dibawah perut.
Mustahil kebenaran suci akan diperoleh dengan logika hawa nafsu, bukan dengan logika akal dan hati serta kitab suci dari Tuhan yang masih murni! Eksistensi inilah yang terlupakan oleh sebagian umat Islam yang mana meninggalkannya sama saja menghilangkan esensi cara pemahaman ayat-ayat kauni-Nya dan ayat-ayat Qauli-nya.
Akibat dari ini semua ilmu pengetahuan yang fenomena menjadi sesuatu yang kering dan tanpa tujuan yang suci. Akibatnya menuhankan hawa nafsunya!. Disisi lain, akibat kebodohan sistematis, sebagian kaum menafikan tentang berfikir filsafat Islam. Dan pada akhirnya, mengkonfirmasi bahwa ilmu pengetahuan kauni-Nya tidak menyebabkan orang beriman itu mendapatkan derajat tertinggi di sisi Tuhan-nya.
Dan mereka mengatakan tidak termasuk dalam ilmu-ilmu Islam. Dan itu ilmu di luar Islam. Dengan pandangan seperti ini, maka sekolah-sekolah Islam menjadi kering dengan temuan-temuan dan pencerahan-pencerahan ilmu pengetahuan kauni-Nya.
Anak didik hanya sekedar menghafal dan tidak sampai pada pengenalan diri apalagi Tuhan-nya secara murni! Mereka tidak serius dalam menafakkuri dan mentadabburi ayat-ayat kauni-Nya. Padahal dengan pengetahuan ayat-ayat kauni-Nya ini, maka umat islam menjadi terhormat dalam pandangan Allah dan makhluk-Nya!
Hal-hal yang dipaparkan di atas adalah menjadi tugas suci dari para ilmuwan atas pengetahuan kauni-Nya dan pengetahuan qauli-Nya sehingga keterbimbingan suci dalam segenap perikehidupan umat manusia itu menjadi keniscayaan hakiki.
Dan diatas semua itu tidak ada manfaat sedikit pun yang diperoleh oleh para ilmuwan itu, kecuali mereka merefleksikan dalam fenomena nyata dalam tiga aspek: penyembahan mutlak kepada Tuhan, ketaatan mutlak kepada Tuhan, dan meninggalkan secara mutlak larangan Tuhan. Ini adalah falsafah hamba Tuhan. Inilah perjuangan yang berat atas setiap diri setelah menggapai derajat ilmu pengetahuan Kauni & Qauli-Nya untuk dapat terlepaskan oleh jerat-jerat syetaniah dan hawa nafsu badaniyah. Jadi suatu keniscayaan bahwa dengan ber-filsafat Islam, kita dapat dengan baik mengenal ayat-ayat Kauni-Nya dan ayat-ayat Qauli-Nya dengan lebih suci!
Wallahu a’alam