Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Berita

Empat Pola Pikir dalam Menulis (Tips Ayu Utami)

×

Empat Pola Pikir dalam Menulis (Tips Ayu Utami)

Share this article

Oleh: Hadisaputra

Sampul Buku Ayu Utami
Sampul Buku Ayu Utami

Dalam buku “Menulis dan Berpikir Kreatif Cara Spiritualisme Kritis” (Baca: https://khittah.co/menulis-berpikir-kreatif-cara-spiritualisme-kritis/1841/), Ayu Utami menyebut bahwa orang yang menulis itu ada dua macam. Pertama, mereka yang betul-betul berbakat menulis. Kedua, mereka yang kurang bakat, tapi memiliki kemauan untuk belajar menulis. Bagi yang berbakat, panduan berfungsi agar mereka bisa bercermin tahapan yang mereka sedang lalui, atau proses menulis yang sedang mereka lakukan. Sedangkan bagi yang kurang berbakat, panduan berfungsi untuk menghantar mereka melalui tahapan demi tahapan, agar mampu menulis sebagaimana orang yang berbakat.

Hukum dasar kreativitas menurut Ayu adalah “bukan perintah, dan bukan larangan”. Panduan tidak berfungsi sebagai perintah. Meski disarankan untuk diikuti, khususnya untuk yang kurang berbakat, namun tidak berfungsi sebagaimana kitab suci. Sang pembaca panduan, bisa saja melakukan modifikasi, atau menjalani tahapan mana saja yang mereka anggap sesuai. Namun, bukankah kreatifitas juga bukan larangan? Artinya, mengikuti tahapan dalam panduan pun sebenarnya “tidak haram”.

Ayu meyakini bahwa menggunakan “bank ide” akan membuat kita menjadi lebih kreatif dan produktif. “Bayangkanlah Bank itu seperti lemari,” ungkapnya. “Bank” dimaknai secara harfiah sebagai “tempat penyimpanan” seperti lemari. Hal-hal apa saja yang membentuk lemari? Ada papan tegak, datar, bersilangan, ada pula yang berbentuk kotak. Demikian pula “Bank Ide”, dibentuk oleh empat pola pikir, yaitu berpikir kotak, berpikir silang (koordinat), berpikir persamaan (asosiasi), dan berpikir perbedaan (oposisi).

BERPIKIR KOTAK

Apa itu berpikir kotak? Ayu Utami sejak awal mengingatkan bahwa kita harus membedakan antara “berpikir dalam kotak”, dan “berpikir menggunakan kotak”. Berpikir dengan kotak adalah suatu cara berpikir yang menyadari wilayah di dalam maupun di luar kotak. Menurut Ayu, ini adalah suatu kesadaran dengan wilayah. Saat kita menggambar kotak (atau gambar bidang tertutup lainnya, seperti lingkaran, segi tiga dll), kita membuat batas antara wilayah dalam dan luar. Atau mungkin pula wilayah aman dan tidak, atau menyenangkan dan tidak.

Kesadaran wilayah itu penting bagi penulis, misalnya tentang mana sikap yang benar, haruskah ia memenuhi selera orang, atau menjadi diri sendiri, dan menulis apa yang terbaik. Dengan pola berpikir kotak, kita bisa membedakan kapan kita berperan sebagai penulis, dan kapan kita berada pada kotak pengarang. Bagi Ayu Utami, penulis itu bekerja berdasarkan ‘pesanan’ atau selera pasar, sedangkan pengarang itu bekerja sesuai ‘idealisme’.

“Berpikir melalui kotak akan membantu kita menyadari sedang berada di kotak mana. Sejauh kita tidak terjebak, hanya berada pada satu kotak. Cara berpikir ini akan membantu kita untuk lebih stabil dan proporsional dalam bersikap. Jika tidak disadarai, cara berpikir ini akan membuat kita jumud dan defensif, bahkan sering menciptakan musuh,” tulis Ayu Utami.

BERPIKIR DENGAN KOORDINAT

Dalam pola pikir ini, kita mencoba mempertemukan kutub-kutub yang berseberangan: abstrak-konker, universal-partikular, subyektif-obyektif, general-spesial, logis-puitis, gerbong-muatan, penting-menarik, dan seterusnya.
Tanda silang, baik tambah maupun kali, telah digunakan sebagai simbol penggandaan. Koordinat menggunakan persilangan. Dalam koordinat, poros-poros disilangkan, dan terjadilah fokus serta pemahaman dalam dimensi baru. Dua elemen dipersatukan, maka terjadilah titik temu. Mekanisme ini sangat berguna dalam mencipta. “Disini kita tidak berpikir tentang batas. Perhatikan dalam lambang ini, tidak ada batas, luas, maupun dalam. Disini kita berpikir tentang “pertemuan” dan “penciptaan” (Ingat kreativitas bukan perintah dan larangan).

“Tanda tambah” juga sebuah lambang untuk berpikir positif dan konstruktif. Ayu Utami mencontohkan, banyak penulis yang berpikir untuk meninggalkan pekerjaannya, untuk menekuni dunia menulis. Padahal menurut Ayu, justru dengan pengalaman bekerja itulah, yang bisa membuat kita memiliki bahan untuk menulis. Jadi bekerja akan lebih kita nikmati, sebagai sebuah pencarian inspirasi bagi tulisan.

Ayu membandingkan pola pikir kotak dan koordinat: Jika pola pikir kotak membantu kita memetakan masalah dengan pemisahan, pola pikir koordinat (persilangan) membantu kita memetakan masalah dalam “relasi”.

BERPIKIR DENGAN ASOSIASI

Untuk kepentingan penulisan kreatif, cara berpikir ini sangat berguna untuk membangun kiasan, metafora, maupun metonimi, perumpamaan alusi, alegori, analogi, dan sebagainya. Istilah-istilah itu tak semuanya kupahami, setidaknya memberikan gambaran bahwa masih banyak hal yang perlu kupelajari. Namun jika mengingat doktrin Ayu Utami, kreativitas itu sesuatu yang lahir dari dalam, semua “produk luar” jangan sampai membelenggu kemampuan mencipta.“Pernahkah kamu terpikat pada seseorang karena ternyata ia mirip bekas pacarmu?”. Pertanyaan ini digunakan Ayu Utami membuka penjelasannya tentang “berpikir dengan asosiasi”. Berpikir dengan metode ini berarti MELIHAT KESAMAAN atau MELIHAT KEBAIKAN. Otak selalu menghubungkan ‘data lama’ dan ‘data baru’. Pola pikir ini menghubungkan atau mencari kesamaan, kemiripan, atau kedekatan suatu hal dengan hal lain.

BERPIKIR DENGAN OPOSISI

Jika dalam oposisi, kita mencari kesamaan, atau kemiripan, dalam opisisi kita menyadari perlawanan. Misalnya, siang-malam, lelaki-perempuan, tua-muda, miskin-kaya, dll. Pola pikir ini sangat membantu kita membuat koordinat, pemetaan dan orientasi. Tanpa menyadari “utara-selatan” atau “barat-timur” kita tidak bisa membuat pemetaan. Namun jika kita tidak proporsional, juga akan menyebabkan hal yang buruk, pandangan “hitam-putih”. Dalam membuat cerita fiksi sekalipun, kita tidak dianjurkan memperlakukan karakter rekaan secara hitam putih. Apalagi kalau dalam melihat kompleksitas dunia.

Oleh karena itu, Ayu Utami menawarkan “strategi” agar “oposisi” tidak disalahgunakan. Pertama, pola pikir oposisi hanya pas diterapkan untuk perkara abstrak. Kedua, perbedaan yang bisa dilihat oleh pola pikir ini bersifat DESKRIPTIF (memerinci/memerikan), bukan PRESKRIPTIF (meresepkan), apalagi NORMATIF (mengharuskan).

Keempat cara berpikir diatas akan dipadukan dalam pembuatan “lemari ide”. Sekilas langkahnya agak mirip dengan membuat “peta pikiran”. Langkah-langkah membuat Lemari Ide, dapat dilihat pada gambar berikut:

langkah-1
Langkah 1
langkah-2
Langkah 2
langkah-3
Langkah 3
langkah-4
Langkah 4

Ingin membaca ulasan selengkapnya tentang cara membuat lemari ide tersebut? Cari saja bukunya. Hehehe.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL