Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
LiterasiOpini

Membaca Algoritma Allah

×

Membaca Algoritma Allah

Share this article

Oleh: Agusliadi Massere*

KHITTAH.CO., – Terutama bagi umat Islam, seperti saya atau kita, sejatinya menjadikan aktivitas membaca sebagai sesuatu yang penting dan strategis. Perintah pertama yang diterima oleh Rasulullah Muhammad Saw adalah iqra, yang maknanya bahkan melampaui dari sekadar membaca dalam makna tesktual. Spirit membaca dalam makna luas dan mendalam inilah yang sesungguhnya mengantarkan umat Islam mencapai kejayaan peradabannya selama beberapa abad.

Di era kontemporer hari ini pun, ternyata seorang Rhenald Kasali pernah menegaskan sebagai bentuk responsnya terhadap situasi kehidupan. Pada intinya, Rhenald menegaskan—terutama dalam konteks era disrupsi—tidak cukup dengan motivasi, dibutuhkan kemampuan membaca dua hal. Dua hal yang dimaksud pada intinya, kita sedang di mana dan mau ke mana.

Pembacaan kita pun terkadang masih banyak di antaranya yang bersifat superfisial sehingga pengetahuan yang diperoleh darinya pun bersifat pengetahuan superfisial. Selain itu, sering kali bersifat material, duniawi, serba modern, dan bersifat rasional-empiris semata.  Sehingga ketika membaca yang diharapkan terhadap sesuatu yang dimaknai algoritma, maka kecendrungan kita pada algoritma sebagai sesuatu yang telah membuat teknologi informasi dan komunikasi, serta teknologi digital lainnya semakin berkembang pesat.

Lebih jauh dari itu—dan masih bisa dimaknai sangat terbatas—makna algoritma yang dipahami masih sebatas seperti yang diungkap Yuval Noah Harari. Yang pada substansinya, Harari menegaskan ada juga proses algoritma dalam diri manusia yang berbeda dengan apa yang terjadi dalam teknologi.

Ditegaskan oleh Harari “Algoritma yang mengendalikan mesin-mesin penjual [ini sebagai contoh saja] bekerja dengan gir-gir mekanik dan sirkuit elektrik. Algoritma yang mengendalikan manusia bekerja dengan sensasi-sensasi, emosi-emosi, dan pikiran-pikiran”. Memperhatikan makna algoritma yang disodorkan oleh Harari, saya membacanya masih sangat terbatas, sebatas pada dimensi kemanusiaan—termasuk dalam dimensi kebinatangan—dan duniawi semata.

Sebagai umat beragama yang meyakini adanya Allah, sejatinya pemahaman algoritmanya bukan hanya dalam konteks teknologi, binatang, dan manusia semata yang berada dalam lingkup duniawi. Sesungguhnya ada Algoritma Allah yang melampaui semua yang ada, dan semestinya penting kita membacanya pula agar mampu menjalankan fungsi kekhalifaan sekaligus sebagai hamba Allah dengan harapan predikat yang dilekatkan dan potensial dalam diri manusia itu sebagai anugerah langsung dari Allah bisa dicapai, yaitu manusia sebagai makhluk yang paling mulia.

Algoritma Allah tentu saja melampaui dari apa yang pernah saya pelajari sebagai mahasiswa selama tiga semester di kampus Universitas Hasanuddin melalui program beasiswa D3 Teknik Komputer Jaringan (TKJ), yang pada intinya menyusun langkah metodis dengan rumus—salah satunya—logika “jika” dan “maka”. Jika begini maka begitu, bahasa sebagai langkah metodis ini, digunakan untuk menyusun langkah operasional yang akurat dan cepat dalam menarik suatu kesimpulan dari berbagai variabel dan probabilitas yang ada di dalamnya dan/atau di-input ke dalamnya.

Algoritma Allah pun dipastikan melampaui dari algoritma yang ditemukan dan dirumuskan oleh Al-Khawarizmi. Bahkan, saya dan mungkin kita semua sepakat bahwa Al-Khawarizmi yang nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad Ibn Musa Al-Khawarizmi pun menjadi penemu algoritma karena dirinya berproses menjalani kehidupan positif, produktif, dan konstruktif yang sesuai dengan Algoritma Allah, sehingga Allah pun menganugerahi dan mengilhami ke dalam dirinya untuk memiliki kecerdasan luar biasa, ketajaman pikiran, dan kesucian mata batin sehingga mampu menjadi penemu algoritma.

Algoritma Allah itu meliputi alam semesta ini dan termasuk segala apa yang ada di dalamnya, bahkan yang berada di luarnya. Algoritma Allah pun diturunkan oleh Allah jauh sebelum peristiwa kosmik terjadi sebagaimana apa yang dikenal dalam keilmuan kontemporer dan menjadi basis teori big bang sampai pada masa yang akan datang, yang tak seorang manusia pun yang mampu memperkirakannya berapa miliar tahun ke depan. Yang pasti melewati berbagai alam termasuk alam kubur dan mungkin akhirnya kita masing-masing ada yang ditempatkan di surga ada pula di neraka.

Dalam pandangan sederhana saya, Algoritma Allah itu mengendalikan sunnatullah atau hukum alam, law of  attraction (hukum tarik-menarik), substansi the secret Rhonda Byrne, kekuatan pikiran, kekuatan perasaan, gelombang elektromagnetik manusia, ibadah manusia, doa, amalan, kebaikan, kebiasaan, ketekunan, permohonan ampun manusia, DNA atau gen manusia, sikap dan tindakan memaafkan dan meminta maaf, komitmen, kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, ketulusan, keikhlasan, cinta, benci, amarah, kerakusan, sikap dan tindakan buruk dan destruktif, ketekunan membaca dan belajar, kemalasan belajar dan membaca, kesabaran dalam menghadapi cobaan, ketidaksabaran dalam menghadapi cobaan, syukur, dan masih banyak hal lainnya. Algoritma Allah yang saya ungkap ini terkesan masih lebih fokus pada sesuatu yang bersentuhan secara langsung dan tidak langsung terhadap manusia.

Keterbatasan pengetahuan manusia, termasuk diri saya, tentunya tidak mampu mengungkap secara keseluruhan gambaran Algoritma Allah. Apa lagi yang mengendalikan alam semesta dalam makna di luar diri manusia, seperti atom, hukum dan proses biologis, hukum dan proses kimiawi, hukum dan proses fisika, termasuk segala hal yang memengarahui kejadian yang diistilahkan dengan big bang.

Semua yang terungkap di atas, itu saling membangun relasi keterkaitan antara satu dengan yang lainnya yang memengaruhi sampai pada lahirnya takdir manusia dan alam semesta. Namun, jangan disimpulkan bahwa Allah tunduk pada semua hal itu, justru sebaliknya semuanya itu yang tunduk pada kehendak dan kekuasaan Allah. Karena, itu adalah Algoritma Allah. Bahkan, atas Hak Prerogatif Allah, Allah bisa memutuskan dan membentuk takdir baru dan lain, tanpa melewati atau mengikuti hukum algoritma-Nya sendiri.

Jadi manusia, alam semesta, bahkan alam yang berada di luar pengetahuan manusia, seperti bagaimana alam kubur, padang Mahsyar (tempat berkumpulnya seluruh manusia setelah dibangkitkan oleh Allah), surga, dan neraka, sebenarnya itu berada dan beroperasi berdasarkan Algoritma Allah dan/atau Hak Prerogatif Allah, yang mungkin lebih tepatnya disebut rido Allah. Jadi tidak ada yang luput atau terlewatkan dalam kendali Kekuasaan Allah.

Ketika ada manusia, dalam menjalani hidup dan kehidupannya di dunia hanya fokus pada hukum kausalitas atau sebab-akibat semata, kemudian hanya fokus pada ikhtiar, kerja keras, kerja cerdas, tanpa mengenal kerja ikhlas, dan berorientasi duniawi semata, itu juga ada benarnya dan tetap ada yang bisa memberikan hasil. Karena, Allah sudah menurunkan dan menciptakan AlgoritmaNya di alam semesta, di bumi dan pada diri manusia. Apa lagi, Allah telah memberikan kebebasan pada manusia, termasuk untuk mengikuti jalan kebaikan atau sebaliknya jalan keburukan.

Namun, kita yang memiliki kesadaran ilahiah, apalagi memahami tentang adanya Algoritma Allah, tidak fokus pada hukum sebab-akibat semata. Kita senantiasa menunggu rido, Kasih Sayang, dan Kekuasaan Allah.

Kesadaran ilahiah dan pemahaman atas Algoritma Allah, tidak membuat kita untuk hanya fokus pada kekuatan afirmasi positif, berpikir positif, berperasaan positif, dan hukum tarik-menarik yang oleh banyak pakar melalui riset dan pembuktian ilmiahnya diakui efeknya sangat dahsyat. Selain itu, sebagai orang yang beriman tetap mengandalkan doa, menyadari pentingnya sedekah, rasa syukur, dan masih banyak hal lainnya, tanpa kecuali kerja ikhlas. Jadi bukan semata mengandalkan kerja keras, dan kerja cerdas.

Ketika hidup ini penuh dengan rahasia, dan sesungguhnya kita tidak mampu menebak secara tepat ujung dari takdir hidup kita, maka dengan memahami Algoritma Allah, kita pun akan senantiasa mengukur, memilah, dan memilih sikap dan tindakan yang tepat. Kita akan senantiasa selain berorientasi duniawi juga mengingat kehidupan akhirat.

Saya pun berani mengatakan dan menyimpulkan bahwa para koruptor, pejabat negara yang melupakan sumpah dan janji jabatannya, para pelanggar konstitusi dan perusak hukum dengan nafsu kekuasaannya, bukan hanya sebagai orang-orang yang kurang memahami substansi dan hukum positif yang ada di negaranya, tetapi termasuk pula mereka adalah sosok yang hatinya buta atau telah dibutakan dari kesadaran ilahiah dan Algoritma Allah.

Hidup, sejatinya bukan hanya untuk dunia dan kesuksesan material semata. Kita pun membutuhkan hidup yang sukses, bahagia, dan mulia terutama dalam pandangan Allah. Kita ingin hidup berada di sisi yang terbaik di akhirat kelak. Yang tentunya ini bisa terwujud ketika kita merefleksikan dan mengkristalisasikan fungsi kekhalifaan dan kehambaan sekaligus. Jangan menjalani kehidupan yang seakan lupa atau bahkan sama sekali tidak mengenal Allah.

Untuk tujuan dan harapan terakhir di atas, itu bisa tercapai jika kita bisa memahami dan menyadari tentang Algoritmat Allah. Dan yang pasti manusia yang memahami dan menyadari Algoritma Allah, hidup yang dijalani tidak semata mengikuti pada hukum Algoritmik Harari, yang berfokus dan dikendalikan semata-mata oleh sensasi-sensasi, emosi-emosi, dan pikiran-pikiran.

Mereka (baca: yang memiliki kesadaran ilahian dan Algoritma Allah) memiliki kesadaran yang melampaui dari semua itu. Mereka fokus pada pengharapan pada Rido, Kasih-Sayang, dan Kekuasaan Allah. Hal ini pun sekaligus menjadi modal pengendalian diri untuk tidak melakukan tindakan negatif dan destruktif, apa lagi yang paling sangat buruk seperti korupsi.

Algoritma Allah tentunya memiliki keluasan dan kedalaman yang tidak bisa sepenuhnya dijangkau oleh kemampuan manusia yang masih sangat terbatas. Oleh karena itu, tulisan ini pun hanya pengantar sikap terkait ulasan yang membahas tentang Algoritma Allah.

Sumber gambar: binus.ac.id

*Pemilik Pustaka “Cahaya Inspirasi”, Wakil Ketua MPI PD. Muhammadiyah Bantaeng, dan Pegiat Literasi Digital & Kebangsaan.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply