Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
ArsipOpini

Ekonomi Yang Tercerabut (Bag. 2)

×

Ekonomi Yang Tercerabut (Bag. 2)

Share this article

Oleh : Muh. Asratillah Senge

Pada tahun 1954, ekonom Kenneth Arrow dan Gerrad debreu dengan meneruskan gagasan Leon Walras, mengemukakan apa yang disebut dengan sistem pasar model “Walrasian”, di mana model tersebut memiliki tiga keyakinan dasar : Pertama, pasar selalu menghasilan ekuilibrium ekonomi secara umum, yakni serangkaian perdagangan yang melibatkan aktor ekonomi secara umum, yakni serangkaian perdagangan yang melibatkan aktor ekonomi, di mana setiap perusahaan memebutuhkan sumber daya dan buruh, serta menjual keluaran dalam motif maksimalisasi keuntungan, yang semuanya terjadi dalam “harga pasar”.

Kedua, Keyakinan bahwa seluruh alokasi sumber daya dan barang telah terbagi akibat preferensi tiap anggota masyarakat akan maksimalisasi utilitas. Ketiga, Keyakinan bahwa keluaran optimal bagi lingkup ekonomi dapat dicapai pada kesetimbangan pasar, melalui penghormatan akan distribusi privat dari sumber daya dan kepemilikian perushaan menjadi sebuah keutamaan.

Tapi Joeph Stiglitz megkritik ketiga prinsip itu dengan istilah “the effects of Uncertain”, yakni tidak memungkinkannya diperoleh informasi yang sempurna dan pasti. Dan dampak dari informasi yang asimetris bisa mengakibatkan manipulasi harga. Bagaimana misalnya dibangun kesepakatan mengenai harga yang cocok antara produsen dan konsumen jika produsen mengalami surplus informasi sedangkan konsumen mengalami defisit informasi ?.

Mungkin sederhananya ada semacam potensi Unfair dan ketidaksetaraan dalam sistem ekonomi pasar global. Contohnya yang dikatakan oleh Direktur PT. Bank Mandiri TBK, Budi Gunadi, beliau mengatakan dalam sebuah kesempatan bahwa Bank OCBC milik Singapura bisa memiliki 350 cabang di Indoensia sedangkan bank Mandiri hanya memiliki 50 cabang saja di Singapura. Bank UOB miliki Malaysia memiliki 240 kantor cabang di Indonesia, sedangkan Mandiri hanya memiliki 70 cabang di Malaysia.

Menggugat Ekonomi dan Ikhtiar mengkonstruski Ekonomi Insani

Seorang ekonom muda bernama Thomas Piketty dalam bukunya yang berjudul Capital in the Twenty-First Century (2014), dia mengatakan bahwa kini terjadi kesenjangan ekonomi global yang melonjak secara eksponensial. Dia menemukan bahwa kesenjangan ekonomi global akhir abad ke 20 memasuki abad 21 mengalami percepatan yang jauh lebih tinggi dibanding kesenjangan ekonomi pada awal dan pertengahan abad 20.

Dia menggambarkan pola tersebut dengan rumus : r>g, di mana r adalah rate of return yaitu tingkat keuntungan dari sebuah investasi modal sedang kan g adalah economic growth menunujukkan keseluruhan tingkat pertumbuhan ekonomi. Dan r>g itu memperlihatkan bahwa laju laba investasi para kapitalis jauh tumbuh lebih cepat dan tinggi dibandingkan laju pertumbuhan ekonomi.

Penemuan ini juga menunjukkan metamorfosis kapitalisme sejak tahuan 1970 an dan ini terletak dari corak finansialm kapitalisme : mekanisme pasar bebas yang operasinya semakin besar tergantung pada akumulasi laba atas transaksi uang dari produk-produk keuangan sendiri, dengan laju yang semakin jauh terlepas dari kegiatan produksi-alokasi barang ril kebutuhan hidup. Hal ini oleh Gerard Dumenil dan Dominique Levi dengan istilah virtualisasi keuangan. Dimana uang sebagai penanda (signifier) tak lagi tertambat pada kebutuhan ril manusia sebagai petandanya (signified), tetapi uang tertambat pada uang yang lain sebagai penanda pula.

Dari arah yang lebih teoritis kritik terhadap ekonomi kapitalis dilakukan oleh Karl Polanyi. Meminjam pembacaan Dr. B. Herry Priyono terhadap Karl polanyi, ada beberapa hal yang bisa garis bawahi : Pertama, di sentral gugatannya, Karl Polanyi melakukan pembedaan antara dua arti ekonomi. Karl Polanyi membedakan antara arti formal dan arti substansial.

Secara formal ekonomi berarti “ berasal dari logika yang menyangkut kaitan sarana (means) dan tujuan (end)”. Dalam artian formal ekonomi merupakan “urusan logika memilih, yang selalu dilakukan dalam pengandaian bahwa ketersediaan sarana selalu langka., sedangkan secara substansial ekonomi berbicara soal fakta “bahwa setiap manusia memenuhi kebutuhan hidup”. Dari berbagai penelitian yang dilakukan oleh Polanyi terhadap modus ekonomi beberapa peradaban maka dia berkesimpulan bahwa ekonomi pertama-tama mesti dipahami sebagai “organisasi mata-pencaharian manusia” (the livelihood of man).

Kedua, Menurut Karl Polanyi definisi substanstif ekonomi inilah yang akan tergusur oleh definisi formal ekonomi. Dalam penggususran ini terlihat bahwa eknomi tidak lagi dilihat sebagai pengorganisasian mata pencaharian tetapi hanya direduksi sebagai mekanisme pasar. Ekonomi tak lagi berhubungan dengan kesejahteraan bersama komunitas, melainkan hanya sekedar mekanika kalkulasi untung-rugi yang dilakukan tiap individu dalam sistem pasar bebas. Inilah yang disebut oleh Karl Polanyi dengan istilah “ketercerabutan” (disembeddedness), saat relasi ekonomi tercerabut dari relasi-relasi sosial yang konkrit.

Dalam ekonomi kapitalis ada yang disebut dengan “postulat kelangkaan” (scarcity postulate). Seberlimpah apapun sesuatu tapi itu dipostulatkan sebagai sesuatu yang “langka”. Bagaimana membuat sesuatu menjadi langka ? yaitu dengan merubahnya menjadi komoditas.

Ketiga, Di jantung ketercerabutan ekonomi dari relasi sosial terlibat proses komodifikasi, terutama komodifikasi tanah, uang dan tenaga kerja. Polanyi berargumen bahwa “tak satupun dari ketiganya diproduksi untuk jual-beli; komodifikasi tenaga kerja, tanah dan uang itu sepenuhnya fiktif”. Justru karena fiktif, komodifikasi ketiganya “akan membawa kehancuran masyarakat…,tidak satupun masyarakat sanggup bertahan dari dampak sistem fiktif yang ganas itu..”.

Lalu mungkin kita perlu mengagas ekonomi yang lebih manusiawi. Kalau kita mengacu pada gagasan Karl Polanyi, maka ekonomi yang manusiawi adalah ekonomi yang kembali pada khittahnya, ekonomi yang kembali pada alasan atau illah ghaiyah (causa final) dari ekonomi. Bahwa tujuan utama dari ekonomi adalah untuk memenuhi kebutuhan konkrit manusia melalui pengorganisasian mata pencaharian manusia.

Ekonomi sepatutnya yang mengalami re-integrasi kembali ke dalam relasi-relasi sosial ekonomi yang manusiawi. Mekanisme pasar tidak boleh dianggap sebagai ekonomi itu sendiri, mekanisme pasar adalah sesuatu yang tidak at-given, dan sesuatu yang bisa ditanam kembali (re-embededness) dalam realitas sosial konkrit kemanusiaan.

Selesai………………

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply