Oleh: Budi Winarto*
KHITTAH. CO – Saat scrool HP di Instagram, tiba-tiba pandangan terhenti ketika melihat tayangan bagaimana respon saat istri bertemu suaminya, pun sebaliknya saat suami bertemu istri di luar zona keluarga. Ada sesuatu yang menggelitik dalam benak untuk membenarkannya.
Saat istri tak sengaja melihat pasangannya, apakah itu di tempat umum atau tempat kerja dan atau tempat yang dianggap ‘privasi,’ ia langsung illfill. Ekspresinya terlihat sedih khawatir dan resah. Sehingga kode-kode wajah dan gestur tubuh seakan mengisyaratkan suaminya untuk diam, jangan bergerak, dan berdiri di tempat. Agar tidak diketahui orang banyak.
Suasana ini jauh berbeda saat suami bertemu istrinya. Raut terpancar gembira, sumringah, seolah lepas beban dan menjadi kebanggaan. Ada kagum, tersenyum, berjoget, bahkan sambil menggendong anaknya yang masih bayi, mereka tertawa lepas dan bahagia.
Meskipun peristiwa semacam ini bukanlah sebuah pembenaran, namun sebagian dari peristiwa itu memang ada benarnya.
Apalagi saat menyimak buku, Men are from Mars and Women are from Venus karya John Grey. PH.D, ada korelasi dengan fenomena itu. Judul buku yang sengaja memantik rasa penasaran. Dengan hiperbolanya, pengarang buku seakan mendalami betapa beda karakter laki-laki dan perempuan. Sampai-sampai ia mengistilahkan laki-laki dari planet Mars dan perempuan itu dari Venus.
Sekarang coba kita dalami dari sisi emosionalnya. Dari urutan tata surya yang terdekat dengan Matahari, planet Venus terdekat. Planet Venus secara urutan nomor dua setelah Merkurius. Planet ini disebut juga sebagai “Bintang Senja”, dan memiliki atmosfer yang tebal, sehingga menjadikan planet ini terpanas. Sedangkan Mars dikenal dengan ‘Planet Merah’ karena warna permukaannya yang tertutup debu.
Venus secara urutan lebih dekat dengan matahari apabila di banding Mars. Bila Venus diibaratkan perempuan, maka ia memiliki sifat sensitif, ego tinggi dan mudah terbakar karena secara jarak dekat dengan matahari. Apalagi ber-atmosfer tebal, menggambarkan karakternya mudah meledak karena panasnya. Berbeda dengan Mars, “Planet Merah” ini berjarak cukup jauh dengan matahari karena ada Merkurius, Venus, Bumi dan baru Mars. Ini menggambarkan sifat laki-laki lebih dingin, tetapi ada saatnya menjadi keras kepala. Debu, itu istilah sesuatu yang bisa menghalangi mata batinnya karena dominannya logika. Sehingga bisa sensitif pada saat harga dirinya terganggu. Dan apabila bertubi, tidak bisa diterima logikanya, endingnya pasrah karena putus asa.
Dalam bukunya, John Grey mencoba mengaitkan perbedaan karakter lelaki dan perempuan itu dalam kehidupannya sendiri. Dan sebagian lainnya dilakukan dengan kunjungan ke beberapa tempat untuk dijadikan objek penelitian. Lalu menemukan konsep utama bahwa “perempuan itu ingin dimengerti dan pria ingin dihargai”.
Secara konvergensi, suami istri itu adalah pasangan yang diciptakan secara alami dan empiris. Istri berasal dari tulang rusuk laki yang bengkok. Maka perempuan cenderung memiliki kebutuhan untuk dimengerti dan dipahami. Mereka ingin dipahami dan didengar secara emosional. Sedangkan laki-laki cenderung memiliki kebutuhan untuk dihargai dan diakui atas apa yang mereka lakukan. Mereka ingin merasa dibutuhkan dan dihormati.
Saat keduanya ada masalah, perbedaan mencolok pun terlihat dari bagaimana keduanya menyelesaikan. Pria cenderung mencari solusi, sedangkan perempuan mencari empati. Solusi berarti rasio yang bekerja, sedangkan empati itu lebih pada rasa. Maka jangan heran ketika pendekatan penyelesaian berbeda, namun masing-masing kekeh dengan pendiriannya, maka di situlah letak awal mulainya masalah.
Perempuan itu ingin didengar keluh kesahnya dengan bercerita, tujuannya mendapatkan empati. Oleh karena saat perempuan ada masalah, ia lebih cenderung menceritakan dan ingin didampingi. Sedangkan laki-laki ketika ada masalah atau ingin menyelesaikan masalah, cenderung menyendiri. Diibaratkan masuk goa. Dan, dari gaya ekspresi pria cenderung ke aksi, sedangkan perempuan cenderung ke komunikasi. Kontradiktif inilah jika tidak dibangun kesadaran bersama akan menimbulkan cekcok.
Dalam ilmu psikologi sosial, empati dan pemahaman interpersonal menyatakan bahwa memahami seseorang itu butuh sesuatu secara menyeluruh agar mencapai makna “dimengerti”, dimengerti lebih komplek, maknanya mendalam dari pada sekadar memberikan “penghormatan”. Dimengerti bermakna bagaimana seseorang melakukan pemahaman menyeluruh atas unsur yang dimengertinya. Dan harus melibatkan pemahaman, tidak hanya aspek eksternal seperti apa yang dilihat, didengar, dan dilakukan, melainkan butuh aspek internal yakni apa yang dirasa. Jadi lebih komplek. Utamanya aspek emosi dan perasaan.
Aspek ini tentu memerlukan empati dan kemampuan lebih agar bisa menempatkan diri kepada pasangannya. Jadi kenapa seorang laki-laki harus memiliki effort lebih jika ingin mengerti pasangannya, karena rasa yang akan dituangkan harus bisa dipastikan sampai pada apa yang dimaksud. Jika tidak, akibatnya akan menambah pasangan emosi, marah dan terbakar.
Sedangkan tugas istri adalah menghormati suami. Tugas ini sebenarnya lebih mudah karena Cuma butuh pengakuan dan ekspresi apa yang dilihat dan didengar.Contoh, dengan mengatakan “Ayah hebat,” “Terimakasih ya.” Ucapan itu tidak melibatkan perasaan, tetapi efeknya domino pada perasaan suami. Ia akan terkenang karena ada bentuk penghormatan. Meskipun apa yang dilakukannya kecil dan sederhana, misalkan.
Tetapi sayang, tidak semua istri bisa mengucapkan itu. Hal ini disebabkan sebagian perempuan memiliki standar tinggi atas hubungan dengan suaminya. Ia merasa bahwa suami seharusnya melakukan yang terbaik. Sehingga sering kali hal kecil dan sederhana,yang dilakukan suaminya dianggap biasa, dan tidak perlu diberikan penghormatan.
Padahal dalam teori kebutuhan manusia, Abraham Maslow mengatakan bahwa, penghargaan dan pengakuan dari orang lain dapat memenuhi kebutuhan akan harga diri. Pengakuan orang lain itu merupakan kebutuhan dasar manusia. Atau pada teori lain, teori pertukaran sosial misalkan,juga mengatakan bahwa penghargaan dan pengakuan dari pasangan dapat dianggap “hadiah” atau “imbalan” dalam hubungan sehingga dapat memperkuat ikatan emosional dan peningkatan kepuasan dalam hubungan.
Menghormati suami dan memahami sang istri adalah kunci untuk mencapai ketenangan (sakinah) dan harmoni rumah tangga. Meskipun sulit, namun dengan kesabaran, pengertian dan usaha bersama, kita bisa membangun kebahagiaan bersama. Ketika kita bisa, maka cinta kasih (mawadah) serta keberkahan dan kasih sayang (warahmah) akan bisa dirasakan. Ketiganya adalah konsep penting dalam Islam, terutama dalam konteks hubungan keluarga dan spiritual.
*Penulis kelahiran Kabupaten Malang yang berdomisili di Kabupaten Mojokerto. Mottonya, “Berbagi Manfaat Positif (BMP).”