KHITTAH.CO, PALOPO – Berbagai kebijakan pemerintah telah dilakukan untuk mengurangi pravelansi perokok di Indonesia, tetapi masih belum optimal. Produk hukum tersebut terkadang hanya formalitas dan sulit diterapkan karena kurang memperhatikan situasi di tingkat akar rumput atau pedesaan. Hal ini terungkap pada diskusi yang dilaksanakan oleh Indonesia Tobacco Control Research Network pada tanggal 25 Pebruari 2022.
Hadir pada kegiatan tersebut Teguh Dartanto dan Abdillah Hasan dari Universitas Indonesia, Heni Trisnowati dari Universitas Respati, Wahyuti Maidin dari Universitas Cendrawasih, Nurjanah dari Universitas Dian Nuswantoro, dan Hadi Pajarianto dari Universitas Muhammadiyah Palopo.
Acara tersebut juga dirangkaikan dengan peluncuran website Indonesia Tobacco Control Research Network (ITCRN) sebagai tempat para peneliti di Indonesia dan Luar Negeri memberikan kontribusi terhadap upaya pengendalian rokok.
Pada sesi pertama, tampil Wahyuti Maidin dengan topik “From Research to Advocacy” yang menyampaikan bahwa agenda pengendalian rokok harus dibarengi dengan kegiatan advokasi pada semua stakeholder terkait, sehingga memiliki kepedulian dengan bahaya rokok. Sementara Nurjannah memaparkan cara mempublikasikan riset tentang pengendaloan rokok dengan tema From Policy Research to High Quality Journal Article.
Tema ini penting karena hasil-hasil riset perlu diketahui dan dibaca oleh khalayak internasional sehingga ada kesamaan visi tentang pengendalian rokok. Sementara pada sesi terakhir Hadi Pajarianto dan Heni memaparkan “Community-Based Tobacco Control Strategy”.
Hadi menyatakan keberhasilan pengendalian rokok di desa itu ditentukan oleh Aktor (tokoh) yang menggerakkan aturan tersebut, kemudian behavior (perilaku) yang didukung oleh nilai agama dan budaya, dan Culture (budaya) yang mendukung pelaksanaan Lifestyle Without Tobacco.
Inilah fokus yang harus diperkuat oleh pemerintah melalui kerjasama pentahelix jika mau mengendalikan rokok. Lanjut Hadi, pemerintah pusat dan daerah, sudah saatnya memperkuat desa sebagai Center of Community-Based Tobacco Control Strategy. Potensi SDA dan nilai yang masih kuat dapat memperkuat penerapan perda atau perdes KTR. Bahkan desa seperti ini, dapat digarap menjadi desa Wisata berbasis Life Style Without Tobacco, dengan memperkuat kemampuan English for Tourism Hadi juga merekomendasikan, desa atau komunitas yang berhasil menerapkan Lifestyle Without Tobacco perlu diberikan insentif yang bermanfaat bagi pengendalian rokok. Dalam perda, mayoritas isinya adalah Punishment. Pertanyaannya, berapa banyak penegak hukum kita yang bisa mengeksekusi ini? Maka perlu insentif untuk pengembangan desa, supaya ada percepatan replikasi dari satu desa ke desa yang lain, tutup Hadi.