Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

IMM Makassar: Pusat Gravitasi Gerakan Intelektual

×

IMM Makassar: Pusat Gravitasi Gerakan Intelektual

Share this article

Oleh: Muh Hasby Assidiq (Aktivis IMM)

KHITTAH.CO — Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Makassar tidak boleh hanya dipahami sebagai sekadar wadah organisasi mahasiswa atau tempat berlindung dari rutinitas kampus. Lebih dari itu, IMM adalah ruang pembentukan watak nalar kritis dan nurani humanis. Di sinilah kader seharusnya ditempa untuk berpikir ilmiah, bergerak rasional, dan bertindak spiritual.

Namun, realitas hari ini menunjukkan bahwa IMM Makassar belum sepenuhnya mampu melahirkan karya autentik—baik di level komisariat hingga cabang. Tri kompetensi dasar dan trilogi IMM memang menjadi arah gerakan, tetapi implementasinya masih jauh dari maksimal. Maka, kebutuhan mendesak saat ini adalah lahirnya kader militan yang kuat secara intelektual, bukan sekadar memperbanyak jumlah anggota.

Cogito, ergo sum—saya berpikir, maka saya ada,” kata René Descartes. Kalimat itu mengingatkan bahwa eksistensi manusia diakui melalui daya pikirnya. IMM sebagai organisasi yang menjadikan intelektualitas sebagai pilar utama, seharusnya berani berpikir independen, bahkan ketika kenyataan tidak berpihak.

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, dalam Tanwir XXX IMM menegaskan, “IMM harus punya pondasi dan orientasi intelektualisme. Ini mutlak seratus persen dan tidak bisa ditawar.” Mahasiswa, meski masih dalam proses belajar, adalah embrio lahirnya sosok intelektual yang kelak menjadi pilar kemajuan Muhammadiyah, umat, bangsa, bahkan kemanusiaan global.

Menjadi “pusat gravitasi gerakan intelektual” adalah cita-cita besar IMM Makassar. Untuk mencapainya, diperlukan strategi serius:

Pertama, memperkuat basis ideologi dan spiritualitas kader. Seperti dijelaskan Alberto Melucci dalam Theory of Collective Identity, sebuah gerakan sosial bertahan jika identitas kolektifnya terjaga. IMM harus memastikan kader memahami nilai Islam berkemajuan sebagai fondasi gerakan. Kedua, konsolidasi kader intelektual. Teori Human Capital dari Gary Becker menekankan kualitas sumber daya manusia sebagai kunci. IMM Makassar perlu menghidupkan forum kajian, riset, literasi digital, hingga diskusi ilmiah agar lahir kader kritis dan solutif.

Ketiga, membangun ruang dialektika publik. Mengacu pada gagasan Public Sphere Jürgen Habermas, IMM mesti hadir di ruang-ruang publik, baik melalui diskusi terbuka, media opini, maupun partisipasi dalam wacana publik di Makassar. Keempat, gerakan intelektual harus terhubung dengan aksi sosial. Resource Mobilization Theory (McCarthy & Zald) menegaskan, keberhasilan gerakan sangat ditentukan oleh pemanfaatan sumber daya. Jaringan alumni, kolaborasi akademik, hingga media sosial harus dioptimalkan agar gagasan intelektual bisa menjelma menjadi aksi nyata.

Kelima, kepemimpinan visioner. Transformational Leadership (Burns & Bass) menyebut pemimpin sejati bukan sekadar administrator, melainkan inspirator. Pemimpin IMM Makassar harus mampu menyalakan semangat kader sekaligus menuntun arah perubahan. Keenam, integrasi akademik dan sosial. Paulo Freire dengan konsep praxis menegaskan refleksi harus berjalan bersama aksi. IMM Makassar tidak cukup berhenti pada ruang kajian, melainkan juga harus menjawab persoalan masyarakat: kemiskinan, pendidikan, hingga lingkungan.

Ketujuh, ekspansi intelektual di era digital. Manuel Castells dalam Network Society menekankan kekuatan jaringan. IMM Makassar harus memanfaatkan media digital untuk menyebarkan gagasan, membangun jejaring, dan memperluas pengaruh intelektual. Pada akhirnya, IMM Makassar harus kembali menjadi inkubator peradaban. Bukan sekadar sibuk dengan program kerja seremonial atau diskusi pamflet, melainkan benar-benar hadir memberi jawaban atas persoalan umat dan bangsa.

Momentum Musyawarah Cabang PC IMM Kota Makassar seharusnya menjadi forum penting. Bukan sekadar evaluasi program kerja, tetapi arena dialektika dan proyeksi gerakan untuk satu periode ke depan. Di titik inilah IMM Makassar ditantang: apakah tetap larut dalam rutinitas, atau bangkit sebagai pusat gravitasi gerakan intelektual.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

  • Klik Banner PMB UNIMEN

Leave a Reply