Oleh: Sabriadi Samsu (Kabid Hikmah PC IMM Bone)
KHITTAH.co – Lebih dari satu abad Muhammadiyah menyinari cahaya dakwah di permukaan bumi ini. Suatu perjuangan yang luar biasa dari K.H. Ahmad Dahlan dengan mengorbankan energi, harta, dan bahkan jiwanya hanya untuk mempertahankan Muhammadiyah sebagai wadah melanjutkan kepemimpinan dan menyampaikan risalah Nabi Muhammad saw. Tentu bukan hal yang mudah bagi Kiai Dahlan istiqamah dalam dakwahnya. Caci maki dan hinaan sering dialaminya ketika sedang beramar ma’ruf nahi munkar.
“Di balik kesuksesan seorang pria tentunya ada wanita disampingnya yang selalu menemani,” mungkin itulah pepatah yang pantas disematkan kepada K.H Ahmad Dahlan. Sejauh ini, publik lebih banyak mengenal para tokoh organisasi Muhammadiyah dari kalangan pria. Sebut saja Sutan Mansur , AR Fachruddin dan lain sebagainya. Padahal salah satu diantara sekian tokoh pembaharu muhammadiyah itu adalah kaum hawa, Nyai Ahmad Dahlan.
Nyai Ahmad Dahlan yang memiliki nama kecil Siti Walidah, kemudian ditakdirkan menjadi pendamping hidup pendiri Muhammadiyah K.H. Ahmad Dahlan. Seorang tokoh wanita sekaligus pelopor bagi lahirnya pergerakan kaum wanita, khususnya di kalangan internal Muhammadiyah.
Tentunya hal tersebut mampu menjadi panutan bagi Kader IMM, khususnya immawati. Immawati harus menjadi reinkarnasi Nyai Ahmad Dahlan dalam melaksanakan amanah Umat.
Seorang Immawati harus mampu menjawab tantangan zaman yang begitu kompleks dengan mengambil peran-peran strategis. Immawati di harapkan mampu keluar dari zona nyamannya, tidak hanya terhegemoni dengan kesibukan akademik tapi lebih kepada menjalankan fungsinya sebagai agent of change dan social control di tengah tengah masyarakat.
Immawati sekiranya mampu melanjutkan kepemimpinan Nyai Ahmad Dahlan yang telah berjuang dengan amat gigihnya melakukan perubahan perbaikan hidup masyarakat dan merombak semua tatanan sosial yang seakan dimapankan oleh struktur sosial yang ada. Jadilah kaum wanita naik derajatnya melalui gerakan pembaharuan Nyai Ahmad Dahlan.
Immawati tidak boleh stagnan dalam lingkaran kaumnya sendiri. Immawati harus mampu berdiaspora dengan memperbanyak diskusi-diskusi dengan para tokoh wanita di luar lingkup IMM, terkait dengan persoalan persoalan keagamaan sampai kebangsaan .
Hasil diksusi tersebut kiranya mampu diimplementasikan untuk kepentingan masyarakat.
Di tengah dominasi kaum pria dan streotip bahwa kaum hawa itu tak jauh dari “dapur, sumur, dan kasur”, Nyai Walidah melakukan lompatan yang sangat berarti, mendobrak tradisi di tengah kekakuan sikap dan paradigma dogmatis kala itu.
Oleh karena itu, Immawati diharapkan mampu hadir sebagai solusi di tengah-tengah kondisi umat dan bangsa ini, yang penuh dengan masalah. Immawati juga diharapkan mampu menjadi garda terdepan untuk meneriakkan kebenaran dan keadilan untuk orang-orang yang tertindas.
Lebih daripada itu, tak pernah berhenti berdaya sekuat tenaga, tanpa mengenal lelah untuk kemaslahatan umum. Misalnya, dengan memberikan nasehat kepada siapapun membutuhkannya, sebagaimana yang dilakukan Nyai Ahmad Dahlan hingga akhir hayatnya.
“Saya Titipkan Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah kepadamu sebagaimana Alm. KH Ahmad Dahlan menitipkannya. Menitipkan berarti melanjutkan perjuangan Umat Islam Indonesia ke arah perbaikan hidup bangsa indonesia yang berdasarkan cita-cita luhur mencapai kemerdekaan” (Nyai Ahmad Dahlan.1872-1946).
Rujukan : Ensiklopedi Tokoh Muhammadiyah