Oleh: Fahri Muhaimin Fabrori*
KHITTAH.CO, – Kehidupan materialis merupakan aktivitas individu yang melekat pada dirinya terhadap kepemilikan duniawi. Perilaku ini merupakan sebagian dari perilaku konsumtif yang akan menciptkan kecanduan di dalam membelanjakan uang yang terlampaui tidak efisien dan jauh untuk memperhitungkan terhadap kebutuhan masa yang akan datang. Perilaku ini termotivasi dari keinginan bukan dari suatu kebutuhan, tetapi dari hasrat keinginan yang menggebu dalam hidup.
Kehidupan menagalami perkembangan seiring dengan berjalannya waktu di semua sektor, mulai dari mikro hingga makro terus mengalami perubahan dengan tujuan yang diimpikan. Semua proses dan tantangan akan dilakukan demi mencapai apa yang dicita-citakan. Namun dari adanya kehidupan tersebut, dapat menimbulkan faktor negatif maupun positif secara nyata yang berdampak terhadap manusia itu sendiri.
Manusia sebagai makhluk sosial pasti mempunyai rencana terhadap apa yang diimpikan dapat diraih. Sehingga tidak menutup kemungkinan berbagai individu akan melakukan beberapa hal untuk bagaimana impiannya terwujud.
Pada era milenial seperti sekarang ini, manusia berlomba-lomba untuk bisa memiliki sesuatu (barang) yang diimpikan dan sesuatu yang sudah dimiliki atau dicapai orang lain. Tanpa memikirkan terhadap kemampuan yang dimilikinya, sampai batas mana ia mampu untuk mendapatkan barang tersebut. Hal tersebut erat kaitannya dengan kehidupan materealis yang setiap hari akan bergantung terhadap barang. Begitu pula yang tidak kalah pentingnya kebutuhan terhadap uang, agar mendapatkan barang yang diinginkan di dalam hidup. Inilah kenyataan di masyarakat sekarang yang hidupnya mengacu pada uang dan barang. Orang yang mempunyai uang (kaya) akan lebih dihargai, dihormati dan diagung agungkan ketimbang mereka yang tidak punya (miskin).
Begitu pula pada era ini kehidupan mengacu pada poros kehidupan dilihat pada barang (materialis). Seseorang akan dapat dikatakan sukses apabila ia sudah mendapatkan sesuatu yang berharga seperti: mobil, rumah mewah, pakaian mewah, dan lain-lain. Sehingga, semua menjadi lumrah terhadap masyarakat bahwa seseorang yang sukses ia yang mempunyai barang-barang yang mewah. Hal ini tidak berdampak pada sektor paling atas saja, tapi penyebaran dari kehidupan materealis sudah menyebar dikalangan bawah.
Dalam ilmu psikologi, materialisme diartikan sebagai suatu keyakinan yang berkaitan dengan seberapa penting memperoleh dan memiliki barang dalam hidup. Faktor ini akan memunculkan keinginan pada manusia untuk mengumpulkan barang-barang yang tidak dibutuhkan atau diluar kebutuhan pokok. Ditambah adanya hasrat nafsu dalam diri masing-masing individu untuk meraih dan mendapat suatu benda yang diinginkan.
Mengahapus adanya aktivitas ini untuk tidak berkehidupan materialis akan mengalami kesulitan. Dengan orang berlomba-lomba untuk mendapatkan barang mewah dan bergaya hidup mewah, maka akan semakin mengakar dan merebak gaya kehidupan ini. Maka dari itu, jalan satu-satunya untuk dapat meminimalisir hal tersebut yaitu dengan mengendalikan kehidupan tersebut dengan beberapa faktor, di antaranya:
Pertama, pengendalian diri. Dalam pengendalian diri ini merupakan kecenderungan individu untuk mempertimbangkan terhadap berbagai konsekuensi tertentu. Hal ini tentu berkaitan pada perilaku konsumtif terhadap barang-barang diluar kebutuhan pokok dan dilandasi oleh keinginan. Dalam pengendalian ini mengacu pada 4 macam kegiatan yaitu: memperioritaskan kebutuhan pokok, melakukan perencanaan sebelumnya, melihat dan menimbang terhadap kemanfaatan dari barang tersebut serta tidak tergesa-gesa dalam membeli atau memakai uang.
Kedua, pola berpikir. Dalam melakukan kegiatan pemenuhan kebutuhan hidup, setiap individu selayaknya melakukan analisis terhadap beberapa kebutuhan yang dianggap penting dan vital. Hal ini untuk meminimalisir terhadap beberapa kebutuhan yang kurang penting dan sedikit manfaat.
Dalam melakukan pola berpikir atau merubah mindset ini kita harus merubah polanya kepada arah yang lebih baik, yaitu kepada kehidupan yang lebih bermartabat dengan mengacu pada kebutuhan-kebutuhan yang bermanfaat. Tidak hanya mementingkan melakukan pemuasan hidup dengan barang. Tetapi bagaimana barang tersebut dapat menjalankan kehidupan yang lebih baik kedepannya.
Ketiga, motivasi diri. Motivasi diri ini bertujuan untuk mendorong individu untuk dapat berperilaku baik. Hal ini juga dapat membuat individu untuk memulai dan melaksanakan dan mempertahankan suatu kegiatan dengan baik. Motivasi ini mempuyai 4 indikator, di antaranya: mengubah kondisi keuangan ke arah lebih baik, mengembangkan diri pada masa depan, meningkatkan pengetahuan terhadap manfaat dari barang/materi, berusaha untuk tidak meniru perilaku orang lain.
Dari adanya pengendalian ini individu akan dapat menganalisis terhadap beberapa kebutuhan yang dianggap kurang penting dan jauh dari dampak adanya kehidupan materialis, yang mengacu pada pemuasan kehidupan berporos pada barang. Tanpa adanya rem pembelian terhadap sesuatu barang yang kurang bermanfaat, individu akan selalu menggunakan kehidupannya untuk menghamburkan uang pada benda tersebut dan tidak memikirkan hal yang lebih penting dan bermanfaat.
Sebuah negeri akan makmur apabila masyarakatnya saling membatu dan bahu membahu di dalam menjalani dan memenuhi kebutuhan hidup, bukan sebaliknya hanya memikirkan pribadi masing-masing dengan kehidupan materiealisnya.
* Mahasiswa IAT UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta