KHITTAH.co – Fazlur Rahman menyebut Alquran laksana puncak gunung es yang terapung. Sembilan per sepuluh atau 90% darinya terendam di bawah air sejarah, dan hanya sepersepuluh atau 10% darinya yang tampak di atas permukaan. Salah satu contohnya dapat kita temui pada perihal Surat Annisa Ayat 3 yang dipahami sebagai landasan teologis izin berpoligami. Ayat dan pemahaman ini telah menjadi doktrin membatu (dogmatisme) di khalayak.
Jauh dari pahaman kebanyakan, Prof. Umar Shihab, salah satu murid Fazlur Rahman, berpendapat, ayat itu sesungguhnya bukan dalil yang berisi perintah berpoligami. Sebaliknya, ayat itu adalah sebuah pembatasan untuk mengurangi kebiasaan berpoligami.
Menurut Prof. Umar, dalam menafsirkan Al – Quran, salah satu yang menjadi persyaratan utama adalah memahami aspek sosio-historis dari sebuah ayat. Sebagaimana yang juga telah dibahasakan oleh Ahmad Najib Burhani, selain sosio-historis, sosio-kultur pun harus dipahami. Dalam istilah Islam klasiknya, menurut pahaman saya, inilah yang dikenal dengan sebutan asbab al-nuzul.
Karena itu, menafsirkan surat Annisa ayat 3, jika diperhatikan sosio-historis dan sosio-kulturnya (asbab al nuzul), dapat dipahami bahwa ayat tersebut turun dalam keadaan umat berada dalam fase jahiliyah. Ketika itu, bangsa Arab gemar berpoligami, bahkan sampai beristrikan sepuluh orang atau lebih. Karena fleksibilitas dan kelenturan perintah Allah dengan memerhatikan ego manusia zaman itu, Allah memberikan batasan berpoligami dua, tiga, dan empat, sebagaimana bunyi ayat.
Hal tersebut dapat dipahami bahwa Allah tahu betul bahwa tidak mungkin masyarakat di zaman jahiliyah ketika itu akan mengikuti, jika bahasa surat atau bahasa ayatnya langsung melarang berpoligami. Allah, Tuhan Yang Mahatahu, selain memberikan batasan, juga menetapkan persyaratan yang sangat berat, yang sebenarnya mustahil bagi manusia, apalagi manusia zaman kontemporer. Sesuatu yang berat dan mustahil itu adalah berlaku adil.
Untuk memperkuat tafsiran tersebut, dengan menggunakan pendekatan tafsir lain—dikenal dengan istilah TafsirTematik yang salah satu pengertiannya adalah mengumpulkan ayat – ayat yang berkaitan dengan tema tertentu—maka jika dihubungkan dengan Surat Annisa ayat 129, ayat ini secara kategoris menegaskan seorang laki – laki (suami) siapa pun dia, sejatinya tidak mampu berlaku adil pada istri – istrinya.
Surah Annisa ayat 129 itu berbunyi begini, “Dan kamu tidak akan dapat berlaku adil di antara istri – istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian. Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung – katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”.
Lantas, bagaimana dengan poligami Rasulullah? Dr. Muhammad Syafii Antonia melalui bukunya, Muhammad SAW The Super Leader dan Super Manager, membeberkan, istri Rasululllah Muhammad saw berjumlah 12 orang.
Menurut tabel yang dibuat oleh Dr. Antonia, ada dua alasan Nabi menikahi istrinya, yaitu tujuh istri karena petunjuk dan perintah Allah dan lima orang karena alasan kemanusiaan. Alasan pernikahan Nabi dengan tujuh istrinya yang karena perintah/petunjuk Allah tersebut, bagi saya masih membutuhkan kajian mendalam. Ini demi memperkuat tafsiran atas Surat Annisa Ayat 3 dan Ayat 129, meskipun jika kita melihat hierarki landasan teologis, tentunya Alquran, posisinya berada di atas sunah Nabi tersebut.
Untuk “jawaban penenang” sebelum kajian mendalam atas refleksi tersebut selesai, kita dapat berpikiran seperti ini. Sesuai keyakinan kita sebagai umat Rasulullah, secara psikologis, jika dibandingkan antara Rasulullah dengan manusia lainnya, tentunya Rasulullah dapat dijamin mampu berlaku adil terhadap istri – istrinya.
Semoga dalam waktu tidak lama jawaban di atas, bisa segera dituliskan. Dan, saya yakin ibu – ibu akan sepakat dengan tulisan ini!