Oleh: Bachtiar Kurniawan (Sekretaris MPM PP Muhammadiyah)
“Selamat rakyat masih menderita, tidak ada kata istirahat” – Said Tuhuleley –
Said Tuhuleley lahir di Saparua, Maluku 22 Mei 1953. Ketika tumbuh dewasa, Said mengenyam pendidikan di IKIP Yogyakarta dengan jurusan matematika. Said, begitu dia disapa, sangat aktif di organisasi dakwah mulai PII, HMI, hingga Pemuda Muhammadiyah (PM).
Ketika menjadi mahasiswa di tahun 1997, ia menjadi ketua Dewan Mahasiswa IKIP Yogyakarta yang kemudian dibekukan KOMKANTIB dengan lahirnya NKKBK. Said sempat merasakan dinginnya jeruji penjara selama enam (6) bulan karena sangat kritis kepada pemerintah ketika itu.
Said Tuhuleley mengawali karier diMuhamamdiyah sebagai Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah di Maluku. Ia kemudian aktif di Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah hingga 1990, lalu juga menjadi anggota Badan Pendidikan Kader dari tahun 1990 hingga tahun 2000, dan setelah itu menjadi Sekretaris Majelis Pendidikan Tinggi dari tahun 2000 hingga 2005.
Sebagai aktivis, Said memiliki hubungan yang sangat erat dengan tokoh Muhammadiyah kala itu seperti Amien Rais, Syafii Ma’arif, dan Suprapto Ibnu Juraimi. Bersama ketiganya, Said mengembangkan Yayasan Shalahuddin Yogyakarta yang concern dengan dakwah dan pengembangan umat melalui Laboratorium Dakwah Sholahudin (LABDA) dan Pondok Pesantren Mahasiswa Budi Mulia tempat berkumpulnya berbagai kader dan aktivis islam di Yogyakarta.
Karier akademik Said dimulai sejak menjadi dosen di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada tahun 1985, bersama Amien Rais beliau mengembangkan UMY melalui LP3M UMY, disinilah komitmen kemanusiaan dan Pemberdayaan Said mendapatkan wadahnya.
Kegiatan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat yang diwadahi oleh LP3M UMY secara kelembagaan sangat dirasakan masyarakat khususnya di sekitar kampus UMY.
Kegiatan semakin masif dengan dilibatkannya mahasiswa dengan program KKN dan pengembangan masyarakat lainnya. Kepiawaian membimbing mahasiswa membuat Said Tuhuleley mengemban amanah sebagai Pembantu Rektor 3 bidang kemahasiswaan tahun 199-1999.
Pada muktamar ke 45 tahun 2005 di Malang, Muhammadiyah membentuk majelis baru yang bertugas untuk menghidupkan kembali peran nyata Muhammadiyah di masyarakat, khususnya masyarakat akar rumput.
Seperti muhammadiyah di awal kemunculannya terdapat majelis penolong kesengsaraan umum. Pembentukan majelis ini didorong untuk menjawab kritikan bahwa Muhammadiyah telah terlena dengan kegiatan dakwah amal usahanya, dan melupakan dakwah dengan terjun langsung memecahkan persoalan hidup masyarakat.
Majelis ini kemudian dikenal sebagai Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) dan Said Tuhuleley diberikan amanah untuk menahkodainya pada periode 2005 sampai tahun kepengurusan 2015.
Melalui sentuhan dingin Said Tuhuleley dan team work MPM yang terdiri atas aktivis sosial yang mumpuni di bidangnya dan didukung oleh pengurus MPM yang mayoritas diisi oleh anak muda, menjadikan majelis ini lebih bertenaga.
Total football menjadi prinsip kerja, dalam menggerakkan roda MPM tidak ada strata kepengurusan.
Semua pengurus, anggota punya posisi yang setara, semuanya dianggap penting, semua punya fungsi penyerang di mayarakat dalam mengentaskan kemiskinan.
MPM punya prinsip kerja, kerja yang bukan sembarang kerja namun kerja keras, kerja cerdas, dan kerja tuntas ditambah dengan kerja ikhlas sebagai dasar kuncinya.
Said bersama MPM-nya, telah menginisiasi program unggulan pertanian terpadu dengan menggunakan pendekatan ramah lingkungan, berbagai percontohan telah dilakukan baik di Jawa maupun luar Jawa, serta dianggap berhasil membawa manfaat bagi para petani, bahkan menteri pertanian saat itu Anton Apriyantono mengatakan apa yang dilakukan MPM dengan gerakan pertaniannya adalah revolusi pertanian.
Tidak hanya itu, beberapa model pemberdayaan dibidang industri rumahan bagi pengusaha kecil, pemberdayaan bagi para pengayuh becak, buruh rongsok, pedagang asongan, sampai pada pemgembangan kelompok difabel pun turut dikembangkan. Kegiatan pemberdayaan melalui MPM sedikit banyak telah merubah wajah Muhammadiyah dari gerakan kota elitis menjadi gerakan membumi dan lebih populis.
Di tangan Said tuhuleley, tajdid kedua Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat menemukan bentuknya, pemberdayaan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat adalah cita-citanya.