Oleh : Dr. H. Andi Jam’an, SE, M.Si (Dosen FEB Unismuh Makassar)
Di tengah pusaran perubahan zaman yang serba cepat dan tak menentu, nilai-nilai moral publik menghadapi ujian berat. Krisis integritas, hegemoni individualisme, dan kaburnya batas antara kebenaran dan kebohongan menjadi fenomena harian yang kita saksikan. Dalam situasi ini, Islam berkemajuan hadir sebagai tawaran peradaban untuk merevolusi moral publik secara sistematis, kritis, dan solutif.
Islam berkemajuan bukan hanya slogan, melainkan sebuah visi yang berakar kuat pada prinsip keadilan, kemanusiaan, kesetaraan, dan inovasi1. Dalam Al-Qur’an, Allah menegaskan, “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil, berbuat kebajikan, dan memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan…” (QS. An-Nahl: 90)2. Ayat ini menegaskan bahwa pembangunan moral bukan sekadar urusan individu, melainkan proyek kolektif umat manusia.
Namun, revolusi moral ini tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial kontemporer. Dunia hari ini—meminjam istilah Zygmunt Bauman—adalah dunia yang “cair” (Liquid modernity), di mana semua nilai seakan mengalir dan berubah tanpa bentuk3. Dalam dunia seperti ini, moralitas menjadi relatif; yang benar tidak lagi berdasarkan prinsip universal, melainkan dikompromikan oleh kepentingan sesaat.
Islam berkemajuan mengajukan jalan tengah yang progresif: berpegang pada nilai fundamental Islam, sekaligus adaptif terhadap perubahan zaman4. Ini menuntut umat Islam untuk mengembangkan kecerdasan moral (moral intelligence) yang bukan hanya berbasis hafalan teks agama, tetapi juga kemampuan memahami konteks sosial, budaya, ekonomi, dan politik.
Dalam aspek pendidikan, revolusi moral publik berarti mendorong kurikulum yang tidak hanya mengajarkan akhlak normatif, tetapi juga critical moral thinking. Pendidikan Islam mesti melahirkan insan-insan yang bukan hanya saleh secara ritual, tapi juga saleh secara sosial. Mereka peka terhadap keadilan, kejujuran, kesetaraan gender, dan hak-hak kemanusiaan universal.
Di bidang politik, revolusi moral publik mengharuskan transformasi besar: dari politik kekuasaan menjadi politik pelayanan. Amien Rais dalam Agenda Mendesak Bangsa menekankan pentingnya “moral politik” yang berbasis pada etika profetik5. Dalam kerangka ini, Islam berkemajuan menolak pragmatisme politik yang menghalalkan segala cara, dan mendorong terwujudnya pemerintahan yang amanah, adil, dan partisipatif.
Pada ranah budaya, revolusi moral berarti mendorong lahirnya budaya kritis, kreatif, dan inklusif. Bukan budaya yang kaku dan anti-perubahan, melainkan budaya yang berakar pada nilai Islam namun terbuka pada dialog lintas peradaban. Ini sejalan dengan semangat “ta’awun” (kerjasama) yang menjadi kunci membangun masyarakat madani.
Sementara itu, di bidang sains dan teknologi, Islam berkemajuan menempatkan inovasi sebagai bagian dari ibadah. Mengembangkan teknologi bukan semata demi profit, melainkan sebagai bagian dari tanggung jawab moral untuk memakmurkan bumi (isti’mar al-ardh). Dunia internasional pun mulai menyoroti pentingnya integritas dalam inovasi teknologi. Laporan Global Risks Report 2024 oleh World Economic Forum menyebutkan bahwa salah satu risiko global terbesar saat ini adalah “krisis kepercayaan publik terhadap inovasi”6.
Semua ini menunjukkan bahwa revolusi moral publik tidak hanya mendesak, tetapi juga sangat mungkin dilakukan. Kuncinya adalah komitmen kolektif untuk menghidupkan kembali nilai-nilai Islam berkemajuan di semua lini kehidupan—mulai dari diri sendiri, keluarga, komunitas, hingga negara.
Pada akhirnya, membangun peradaban Islam berkemajuan bukanlah proyek sesaat. Ia adalah perjuangan panjang, memadukan idealisme, realisme, dan optimisme. Dalam dunia yang terus berubah ini, Islam berkemajuan adalah jangkar moral yang menawarkan arah baru: menuju masyarakat adil, sejahtera, beradab, dan bermartabat.
Daftar Footnote:
1.Haidar Nashir, Islam Berkemajuan: Moderasi, Modernisasi, dan Dinamika Islam Indonesia, Suara Muhammadiyah, 2016, diakses dari https://suaramuhammadiyah.id/read/ideologi-islam-berkemajuan
2.Al-Qur’an, Surah An-Nahl ayat 90, teks dan tafsir diakses dari https://quran.kemenag.go.id/sura/16/90.
3.Zygmunt Bauman, Liquid Modernity, Polity Press, 2000, ringkasan buku di https://www.politybooks.com/bookdetail?book_slug=liquid-modernity–9780745624105.
4.Komaruddin Hidayat, Agama Masa Depan: Perspektif Filsafat Perennial dan Filsafat Agama, Gramedia, 2015, informasi buku di https://books.google.co.id/books?id=NprOXejBiwwC&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false
5.Amien Rais, Agenda Mendesak Bangsa: Selamatkan Indonesia!, PPSK Press, 2013, https://books.google.co.id/books?id=0zt6j7F_JY0C&printsec=copyright&hl=id#v=onepage&q&f=false
6.World Economic Forum, The Global Risks Report 2024, diakses dari https://www.weforum.org/re ports/global-risks-report-2024.