Oleh: Dewi Indriani (Mahasiswa BK Universitas Muhammadiyah Enrekang)
KHITTAH.CO – Society 5.0 adalah suatu konsep masyarakat yang berpusat pada manusia (Human Centered) dan berbasis teknologi (Technologi Based) yang dikembangkan oleh Jepang. Konsep ini lahir sebagai pengembangan dari revolusi industri 4.0 yang dinilai berpotensi mengurangi peran manusia. Melalui society 5.0 ini dibuat sebagai solusi dari revolusi 4.0 yang ditakutkan akan menurunkan peran dan karakter manusia.
Pada era society 5.0 nilai dan karakter harus dikembangkan, empati dan toleransi harus di pupuk seiring dengan perkembangan kompetensi yang berpikir kritis, inovatif, dan kreatif. Society 5.0 bertujuan untuk menginteraksi ruang maya dan ruang fisik menjadi satu sehingga semua hal menjadi mudah. Era society 5.0 ini semakin menunjukkan eksistensi kemajuannya, kondisi ini akan menimbulkan perubahan dalam sektor kehidupan.
Jika kita berbicara teknologi mungkin hal yang sangat terkait adalah media informasi, konsep pendidikan, ekonomi, budaya, perilaku, nilai dan persoalan yang terkait dengan sistem kehidupan. Kemudian transformasi media telah memberi imbas dengan munculnya gaya baru dalam menerima informasi dan gagasan, interaksi sesama individu, pandangan tentang bagaimana mempelajari dunia, masa depan serta berkaitan dengan identitas kita sebagai manusia.
Setiap perubahan menuntut kita untuk mengembangkan diri dan menyesuaikan perubahan serta keharusan untuk belajar agar dapat melihat dan memanfaatkan peluang yang muncul. Semua rana dan profesi harus bergegas menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Beberapa issue menarik berkaitan dengan profesi konselor di era society 5.0 yaitu, pertama munculnya konselor buatan (Artificial Counselor).
Seiring dengan munculnya kecerdasan buatan (Artificial Intelligent) maka sangat memungkinkan beberapa tugas konselor akan ditangani oleh konselor buatan. Kemudian yang kedua issue sosiokultural, perubahan yang cepat sangat rawan menimbulkan protes. Selain itu dengan cepatnya teknologi maka memungkinkan individu berinteraksi lebih banyak dengan beragam latar belakang dan budaya. Arah pelayanan konseling harus lebih inklusif, pemahaman tentang perbedaan dan kompetensi sosiokultural harus di pertajam dan konselor juga bergerak ke ranah advokasi.
Keinklusifan layanan dibuktikan dengan fasilitas yang mendorong konseli untuk beradaptasi dengan berbagai ras, etnis, bangsa, agama dan strata sosial. Pengalam hidup yang dibawa ke ruang konseling juga harus mampu mendorong konselor meningkatkan kompetensi secara utuh. Kesenjangan yang tinggi dan keterbatasan individu dalam mengakses sumber daya sosial harus mempu membuat konselor bekerja secara advokasi.
Tugas konselor tidak hanya membuat konseli mempu menerima kehidupan namun perlu menyuarakan hak-hak konseli karena keterbatasan posisi sosialnya tidak mampu menyampaikan hak yang semestinya diperoleh. Selanjutnya pada poin ketiga tempat konseling dan media yang berkembang. Jika kemarin konseling harus dilakukan dengan tatap muka maka mulai saat ini bisa lebih variatif dengan perangkat online.
Disinilah konselor dituntut adaptif terhadap teknologi agar mampu menyediakan layanan konseling individu, kelompok maupun bimbingan karir secara tepat. Solusi untuk meningkatkan peran seorang konselor di era society 5.0 ini adalah dengan melakukan pelayanan digital (cyber conseling).
Cyber conseling adalah salah satu model konseling yang bersifat virtual atau konseling yang berlangsung melalui bantuan koneksi internet dimana konselor dan konseli tidak hadir secara fisik pada ruang dan waktu yang sama, dalam hal ini proses konseling berlangsung melalui internet dalam bentuk web-side, e-mail, facebook, videoconference, dan ide inovatif lainnya sehingga dengan adanya cyber conseling akan memudahkan konselor maupun konseli dalam malakukan konseling.
Profesi konselor akan sangat dicari untuk membantu dalam menyelesaikan masalah. Persoalannya adalah bagaimana konselor mampu bergerak meningkatkan kompetensi agar dapat menangkap peluang itu. Ada beberapa peluang yang dapat dilakukan konselor agar tetap eksis dalam peranannya bahkan berkontribusi yang luar biasa yaitu dengan segera bertransformasi diri memanfaatkan era digital untuk mendukung kemajuan profesi bimbingan konseling.
Misalnya dengan mengembangkan pelayanan assessment dan melakukan layanan digital (cyber conseling) karena penguasaan teknologi harus menjadi skill seorang konselor. Sehingga konselor dapat mengembangkan diri sebagai content creator, influencer, penyedia hosting atau pengembangan platform layanan bimbingan konseling yang digemari generasi zaman now.
Selanjutnya konselor dapat mengambil peluang untuk pengembangan penelitian mutakhir tentang persoalan-persoalan bimbingan konseling, pengembangan perangkat terapi seperti adiksi game, ataupun pengembangan karir baru yang disesuaikan dengan kondisi terkini.
Era baru tentu akan muncul problem baru yang tidak ada di era sebelumnya, sebagai calon konselor kita harus bisa beradaptasi sesuai dengan perkambangan zaman dan untuk menjadi konselor yang profesional dan berkarakter harus mempunyai skill yang lebih dalam bidang bimbingan konseling. Karena menjadi konselor ialah berarti kita turut berpartisipasi dalam pengendalian sosial masyarakat, turut membersamai generasi pelanjut bangsa mencetak prestasi yang sadar akan pentingnya menjaga stabilitas kesehatan mental dan raga.
Rujukan
Amalia Putri 2016 Pentingnya Kualitas Pribadi Konselor Dalam Konseling Untuk Membangun Hubungan Antar Konselor Dan Konseli Vol.1. Diakses tanggl 17 Januari 2022
Eris Perdana Putra 2020 Peran Penting Dukungan Sosial Orang Tua Terhadap Karakter Siswa Dalam Menghadapi Era Society 5.0 Vol.4 No 297. Diakses 23 Januari 2022
Hermi Pasmawati 2016 Cyber Conseling Sebagai Metode Pengembangan Layanan Konseling Di Era Global Vol.16 No 46. Diakses tanggal 15 Januari 2022
Nur Mega Dkk 2020 Pelaksanaan Layanan Cyber Conseling Pada Era Society 5.0 No.74. Diakses tanggal 20 Januari 2022