KHITTAH.CO, MAKASSAR – Warga Persyarikatan kembali diselimuti duka, salah satu tokoh Muhammadiyah Sulsel, Subari Damopoii kembali ke haribaan ilahi, Ahad, 10 November 2024. Ia meninggal dunia dalam usia 84 tahun, meninggalkan tiga anak dan 10 cucu.
Dengan meninggalnya Subari, nyaris tak ada lagi tokoh Muhammadiyah Sulsel seangkatannya yang masih hidup. Rekan-rekan yang telah mendahuluinya ialah Djamaluddin Amien, Makmur Ali, Baharuddin Pagim, Nasruddin Razak, Iskandar Tompo, Dahlan Yusuf, Zainuddin Sialla dan Abdullah Renre.
Semasa hidupnya, orang-orang mengenal Subari sebagai sosok yang tulus mengurusi umat.
Di Muhammadiyah Sulsel, Subari pernah suara terbanyak dalam pemilihan calon Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel, yakni pada Musywil tahun 1955 di Pinrang, dan Musywil tahun 2000 di Takalar.
Meski begitu, ia adalah sosok yang tak ambisius menjadi Ketua. Sehingga, jabatan Ketua diserahkan kepada 13 formatur.
“Kasi yang lain saja. Yang penting, kita ikhlas mengurus umar melalui Persyarikatan Muhammadiyah,” ujar Subari kala itu.
Dengan begitu, Musywil Pinrang menyepakati Djamaluddin Amien sebagai Ketua. Sementara formatur 13 Musywil Takalar mendapuk Nasruddin Razak sebagai Ketua.
Amanah di Muhammadiyah
Di Muhammadiyah Sulsel, Subari pernah menjadi Wakil Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Ontamas Mamajang Makassar pada 1968-1974. Setelah amanahnya di di Ranting selesai, ia lanjut menjabat sebagai Ketua PCM Mamajang pada 1974-1985. Setelah itu, Subari menjadi Wakil Ketua PDM Takalar pada 1985-1990.
Selanjutnya, ia mendapat amanah sebagai Ketua Majelis Kesehatan PWM Sulsel pada 1990-2000. Lima tahun berikutnya ia habiskan sebagai Wakil Ketua PWM Sulsel.
Sepanjang berpimpinan wilayah, Subari adalah Anggota Tanwir Muhammadiyah asal Sulsel selama 15 tahun (1990-2005).
Rekam Jejak Dedikasi Subari di Bidang Kesehatan
Subari lahir di Kotamobagu, Sulawesi Utara pada 3 Agustus 1944. Ia memulai pendidikan tingginya pada 1968 di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Kala itu, ia sempat mengajar di beberapa sekolah, termasuk di SMAN 1 Makassar. Beberapa tahun setelahnya, ia terangkat sebagai ASN dokter di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Sebagai dokter, ia pernah menjabat sebagai Kepala Puskesmas di Takalar dan Makassar di rentang tahun 1978-1983. Setelah itu, ia mendapat amanah sebagai Direktur RSUD Pattallassang Takalar (Sekarang RSUD Padjonga Dg. Ngalle) pada 1983-1989.
Setelah karirnya di tempat itu usai, ia kembali mengemban amanah sebagai Pelatih Manajemen Kesehatan Indonesia Timur pada 1982-2000. Diantara rentang waktu amanahnya itu, ia juga mendedikasikan dirinya di Bidang Penunjang Medis RSUD Dadi Makassar pada 1989-1990.
Pada tahun 1993, ia juga mengemban amanah pada Bidang Pelayanan Medis RSUP Wahidin Sudirohusodo hingga tahun 2000. Tak berhenti di situ, ia lalu menjadi Direktur RSIA Sitti Khadijah I Makassar pada 2001-2003. Masih menjabat Direktur, ia kemudian menjadi Wakil Ketua Konsorsium RS Muhammadiyah se-Indonesia pada 2002-2005.
Meski Subari pensiun sebagai PNS dokter dengan pangkat Golongan IV-C pada tahun 2000, ia tetap melanjutkan karirnya sebagai Direktur RS Bersalin Khadijah III Makassar pada tahun 2004-2006.
Sebagai Akademisi
Selain melakoni profesinya sebagai dokter, Subari juga pernah aktif mengajar di sejumlah kampus di Makassar tepatnya di ATEM, Akbid, dan Anakes Muhammadiyah Makassar.
Ia juga pernah menjabat sebagai Wakil Rektor II Unismuh Makassar, dan sebagai Direktur di Akademi Kebidanan Muhammadiyah Makassar.
Tanggung jawab lainnya, Subari pernah menjadi Ketua Forum D-III Kebidanan PTS Wilayah IX Sulawesi. Ia lalu kembali ke kampung halamannya lalu menjadi dosen Akper Totabuan Kotamobagu dan dosen Akbid Bunda Kotamobagu di Sulawesi Utara.
Subari lalu merintis Institut Agama Islam (IAI) Muhammadiyah di Kotamobagu yang merupakan perubahan nama dan status dari IAI Azmi Kotamobagu dibawah pengelolaan Yayasan Al Kausar.