KHITTAH.CO, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan kajian terhadap Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). POP menjadi polemik belakangan bahkan menyebabkan organisasi besar seperti NU, Muhammadiyah, dan PGRI mundur dari keikutsertaan.
“KPK sekali lagi memiliki landasan untuk mengakses ataupun menilai tujuan POP ini untuk apa. KPK perlu masuk menilai ini, apakah proses yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan itu inline atau berkesesuaian,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam sebuah diskusi webinar, Rabu (29/7/2020).
Ghufron juga mengatakan KPK akan berupaya menjaga agar POP dapat terlaksana secara efektif dan efisien. Terlebih lagi dalam kondisi pandemik COVID-19. Ia menyoroti pandemi yang telah merugikan dunia pendidikan, banyak peserta didik yang menurutnya tak mampu belajar daring. Mereka keterbatasan fasilitas dan infrastruktur, terkhusus yang tinggal di wilayah terpencil.
“Apakah kita tinggalkan? Bahwa kita sedang kesulitan. Maka dalam masa kesulitan ini kita mengefisiensikan dana yang ada untuk mengcover seluruh rakyat indonesia. Bukan hanya mengcover yayasan-yayasan yang tinggi-tinggi,” ujarnya. “Indonesia ini bukan hanya Jakarta, Medan, dan Bandung,” kata dia.
Sementara itu Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar berencana untuk memanggil Mendikbud Nadiem Makarim beserta jajarannya untuk mendudukkan perkara POP.
“Sekarang lagi ramai POP, kami mengundang rencana mengundang Pak Menteri [Nadiem Makarim] ke mari (KPK) bersama irjen dan dirjennya, jadi mungkin itu salah satu agenda kita sampaikan akan menelaah tersebut,” ujar Lili di webinar yang berjudul ‘Menjaga Integritas Dalam Implementasi Kebijakan PPDB’, Rabu.
Program Organisasi Penggerak (POP) merupakan salah satu program unggulan Kemendikbud. Program itu bertujuan untuk memberikan pelatihan dan pendampingan bagi para guru penggerak untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan peserta didik. (Tirto)