Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Menyulut Api Perubahan dan Mencari Solusi Perbaikan

×

Menyulut Api Perubahan dan Mencari Solusi Perbaikan

Share this article

Oleh : Sri Muthmainnah*

Pada zaman yang begitu kompleks ini, kita diperhadapkan akan banyak persoalan baik yang bersifat publik maupun personal, yang substansial maupun abstrak pemaknaan, termasuk carut marut penentuan kebijakan. Contohnya dalam penanganan Covid-19 yang tidak jelas selang-sengkuratnya. UU Omnibuslaw, permasalahan ekologi, pertambangan,ekspor pangan, tenaga kerja asing, masalah pendidikan, tuduhan radikalisme, penangkapan aktivis, pembubaran ormas, isu terorisme, pengeboman tempat ibadah, tenggelamnya kapal daerah menyangkut kasus korupsi,permasalahan papua dan pelemahan KPK. Serta masih banyak kasus lainnya.

Bagaimana tidak banyak masyarakat mengalami alergi terhadap politik. Masyarakat meyakini bahwa politik itu buruk, politik itu jahat, politik pencitraan, politik penuh intrik seperti persepsi yang berkembang saat ini , Kualitas perilaku para pelaku atau aktor politik pun semakin buruk karena dicemari oleh perilaku-perilaku para kaum narsisme. Adalah Saifuddin Al Mughniy menegaskan bahwa “Mereka berlomba-lomba meraup massa demi meraih kekuasaan dan menaikan citra dirinya. Hanya dengan bekal retorika dan modal, menebar janji-janji manis kepada rakyat sedangkan kualitas perilaku dan etika para aktor politik ini sangat minim”.

Kita beralih kemedia….

Media bebas memainkan peran penting dalam mempengaruhi wacana politik selama pemilu. Ketika bebas dan seimbang, media tradisional mendorong transparansi dan penentuan informasi penting pemilu. Media memiliki kekuatan yang sangat besar dalam demokrasi suatu negara karena hampir semua orang mendapatkan berita mereka dari berita kabel dan media sosial dari pada sumber berita aslinya.

Di sisi lain, bahkan kita ikut dipusingkan dengan masalah beberapa keluarga artis seperti kasus perceraian maupun konflik kehidupan sehari-hari mereka. Konten Tiktok yang menjangkiti hampir seluruh masyarakat Indonesia tak terkecuali anak-anak, perempuan, orang tua, lebih-lebih para pemuda yang nyatanya merupakan pelanggang dalam memasiffkan watak konsumerisme dan hedonisme dimasyakarat. Dan lagi-lagi aktor utama pendistribusian perubahan mindset masyarakat adalah media.

Media sangat dahsyatnya mengubah cara pandang dan pola hidup di masyarakat, tetapi media yang seyogyanya memiliki peran dalam mencerdaskan masyarakat, kini hampir keseluruhan berubah orientasi hanya semata-mata mencari keuntungan dan rating semata. Sehingga jangan heran di antara banyak permasalahan/kasus kita lebih menyukai terhadap kehidupan para selebriti serta permainan yang ada dalam genggaman melalui ponsel (smartphone)-nya ketimbang persoalan kebiajakan publik dan masalah sosial

Lagi-lagi saya mengutip teori dari seorang tokoh yang di mana dia membagi beberapa tingkat kesadaran. Pertama..kesadaran magis yang memandang bahwa sesuatu yang terjadi merupakan kehendak takdir yang tidak bisa diubah. Kedua, kesadaran naif, memandang sesuatu dengan kesadaran dan tahu akan persoalan serta solusi akan persoalan tersebut akan tetapi belum ada doronagn untuk merubah. Ketiga, kesadaran kritis yang merupakan puncak sebuah kesadaran sebab ia tak hanya sadar akan persoalan dan memiliki solusi tetapi ada usaha dan tindakan perubahan secara praktis dilakukan terhadap problem yang terjadi

Kira-kira ditingkatan manakah kesadaran kita berada???…

Tentunya dalam pembentukan kesadaran ini pemerintah punya andil besar dalam menciptakan kesadaran masyarakatnya. Mengapa? Ya karena pemegang otoritas terbesar ialah  pemerintah, baik pembentukan undang-undang, kebijakan regulasi media, perencanaan pendidikan serta permasalahan berupa pemenuhan sandang,pangan,dan papan masyarakat yang memadai. Akan tetapi lagi-lagi dan rasanya semua itu sulit terwujud sebab tuan-tuan  di atas sana sibuk berbagi kursi kekuasaan, memperkuat dinasti, serta memperkaya diri pribadi, sehingga pada zaman edan ini, diam bukan lagi emas sebab diam berarti tertindas.

Adalah Rizal Mallarangeng (Pendiri Freedom Institute) menegaskan,  “Demokrasi layak diperjuangkan justru karena sistem ini membuka kemungkinan bagi kehidupan bersama yang damai, bersaing dalam perbedaan, dengan garis batas yang jelas tentang benar dan salah, fakta dan fiksi, adil dan tidak adil, dan semacamnya”. Itulah yang menjadi jiwanya setiap masyarakat demokratis. Rizal pun menegaskan kembali bahwa “Tanpa itu, kematian demokrasi di tangan kaum demagog atau kelompok lainnya, hanya tinggal menunggu waktu”. Hal ini, menurut saya, perlu direnungkan bukan hanya oleh para pemimpin melainkan juga kita semua .

Dari permasalahan atau isu yang setiap hari marak diperbincangkan ,dengan saran “ayo” menyuarakan hak dan pendapat anda dengan bermaksud untuk menyuarakan secara individu atau melalui perwakilan, tetapi sebelum itu, kita sudah ketahui bahwa hak asasi manusia merupakan hak kodrati yang dimiliki setiap orang. Telah menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari manusia itu sendiri.

Melihat sejarah pada zaman dahulu banyak bangsawan atau orang berpangkat memperlakukan rakyat kecil dengan semena – mena, bahkan tidak jarang adanya perbudakan dan di Indonesia HAM dianggap sakral, diperjuangkan sepenuh jiwa, serta sangat sejalan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara, Untuk melindungi hak-hak semua warga negara Indonesia tanpa terkecuali,dan Untuk mensejahterakan kehidupan seluruh masayarakat Indonesia.

Dalam dunia global, hak menyuarakan pendapat  lebih berkesan jika disalurkan melalui persatuan atau secara kolektif. Silakan kawan-kawan berjuang dalam merubah tatanan sosial sesuai basic dan bidang masing-masing. Bagi mahasiswa berkoarlah selayaknya kaum intelek, kawan buruh tani berjuanglah sesuai relnya, ormas, santri, dokter masyarakat adat dan masyarakat awam

 

* Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Universitas Muhammadiyah Makassar

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply