Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Tarjih

Upah Penyembelih Kurban Bukan Daging Sembelihannya

×

Upah Penyembelih Kurban Bukan Daging Sembelihannya

Share this article

KHITTAH.co, Kepanitian kurban pada saat ini sangat diperlukan dalam rangka efektivitas dan efesiensi pelaksanaan ibadah kurban.

Kedudukan panitia kurban sebagai orang yang membantu pelaksanaan ibadah qurban dan berbeda
kedudukannya dengan amil zakat. Hal ini didasarkan pada beberapa hadis yang menjelaskan pelaksanaan kurban Rasulullah, yang artinya adalah:

“Sungguh Ali bin Abi Thalib menceritakan bahwa Nabi Saw. memerintahkan Ali agar ia melaksanakan kurban dan memerintahkan pula agar ia membagikan semuanya dagingnya, kulitnya, dan pakaiannya dan beliau pun agar tidak memberikan sedikitpun dari hewan kurban dalam pekerjaan jagal”. (HR. al-Bukhari).

“Sungguh Ali bin Abi Thalib menceritakan bahwa Nabiyullah Saw. memerintahkan agar ia melaksanakan kurban Nabi dan memerintahkan pula agar ia membagikan semuanya dagingnya, kulitnya, dan pakaiannya pada orang-orang miskin dan beliaupun (meminta) agar tidak memberikan sedikit pun dari
hewan kurban dalam pekerjaan jagal”. (HR. Muslim)

Dengan demikian, baik dalam Quran maupun Hadis, tidak ada satu pun yang menjelaskan adanya orang yang ditugasi untuk menjadi pengurus dalam pelaksanaan kurban (panitia kurban).

Kendati pun demikian, untuk kelancaran (efektifitas dan efesiensi) pelaksanaan kurban dipandang perlung adanya semacam kepanitian.

Kalimat “ yaquumu ‘ala” yang terdapat dalam kedua hadis di atas mengandung arti “membantu”. Dari kedua hadis tersebut dapat dipahami bahwa Ali diminta oleh Nabi saw agar ia membantu Nabi dalam pelaksanaan kurban dan pembagiannya.

Dengan demikian, dalam masalah “kepanitiaan kurban” dapat dipahami sebagai berikut;

1) Tugas dari panitia kurban adalah membantu shahibul qurban
2) Fungsi panitia kurban untuk memudahkan penyelenggaraanran qurban
3) Panitia tidak boleh megambilkan upah penyembelih dari hewan qurban, namun dapat membebankan kepada shahibul qurban dengan cara musyawarah atau mengambil dari sumber lain. Hal ini berdasarkan hadis riwayat Ali sebagai berikut:

”Ali ra. ia berkata; Rasulullah saw. telah memerintahkan kepadaku agar membantu dalam pelaksanaan kurban untanya dan agar membagikan kulit dan pakaiannya dan Beliau pun memerintahkan kepadaku agar aku tidak memberikan sedikitpun dari hewan kurban kepada jagal. Ia (Ali) berkata: Kami memberikan upah (jagal) dari harta kami”. (HR. Abu Dawud)

Ada pun yang berhak mendapatkan bagian dari penyembelihan kurban adalah:

Beberapa ayat al-Qur’an dan Hadis Nabi menjelaskan pendistribuan kurban, yaitu: QS. al-Hajj: 28, Allah berfirman: “Agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan mereka agar menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Dia berikan kepada mereka berupa hewan ternak. Maka makanlah sebagia darinya (dan sebagaian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.”

Selain itu, dalam QS. al-Hajj: 36, Allah berfirman: “Dan unta-unta itu Kami jadikan untukmu bagian dari syi’ar Allah, kamu banyak memperoleh kebaikan padanya. Maka sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya) dalam keadaan berdiri (dan kaki-kai telah terikat).

Kemudian apabila telah rebah (mati), maka makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta-minta. Demikianlah Kami tundukkan (unta-unta itu) untukmu, agar kamu bersyukur.”

Sementara itu dalam hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim dari sahabat Ali bin Abi Thalib “Sesungguhnya Ali bin Abi Thalib telah mengkhabarkan bahwa Nabi saw. telah memerintahkan kepadanya agar ia (Ali) membantu (melaksanakan kurban) untanya dan agar ia membagikannya seluruhnya, daging-daginnya, kulitkulitnya, pakaiannya kepada orang-orang miskin, dan ia tidak boleh memberikan sedikitpun dari hewan kurban dalam pekerjaan jagal.” (HR. Muslim).

Dengan merujuk kepada ayat-ayat dan hadis tersebut, maka orang yang menerima kurban dapat dikelompokkan pada empat, yaitu; 1) Shahibul kurban; 2) Orang yang sengsara lagi fakir (QS. al-Hajj: 28); 3) Orang yang yang tidak minta-minta (al-Qaani’) maupun yang mintaminta (al-Mu’tar) (QS. al-Hajj: 36); dan 4) Orang-orang miskin (HR. Muslim dari Ali).

Sumber: Putusan dan Fatwa Seputar Kurban Seminar Nasional Fikih Kurban Kontemporer
Pusat Tarjih Muhammadiyah, Sabtu 23 Syakban 1443/26 Maret 2022

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply