Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Eksistensi Diri Bisa Dibangun Melalui Kesadaran Spiritual

×

Eksistensi Diri Bisa Dibangun Melalui Kesadaran Spiritual

Share this article

Oleh:  Budi Winarto*

KHITTAH. CO – Agar manusia memiliki eksistensi diri, banyak hal yang bisa dilakukan. Bisa dari ucapan dan perkataanya, bisa dari ilmu pengetahuannya, bisa dari kedalaman adab dan akhlaqnya, dan bisa juga dari ketidakmampuannya. Orang yang bisa menunjukkan eksistensi diri berdasar kemampuannya akan berbeda dengan orang yang bernafsu menghadirkan eksistensi dirinya tetapi tidak diiringi kemampuan. Perbuatannya, terutama perkataannya pasti akan berbeda.

Menjaga lisan agar berkata baik itu berat, menjaga lisan untuk tidak berkata buruk tentu akan lebih berat. Kenapa demikian, karena tingkat godaannya tidak sama. Menjaga mulut agar selalu berkata baik meskipun berat tetapi itu dianjurkan oleh agama. Menjadi motivasi tersendiri bagi orang yang mau berpikir. Dan, barang siapa yang bisa melakukannya, imbalannya pahala dan surga. Sebaliknya, barang siapa yang keluar dari mulutnya perkataan kotor, menyakitkan hati, menggunjing dan lain sebagainya, meskipun imbalannya dosa dan ancamannya neraka, namun orang lebih suka melakukannya. Kenapa? Karena kuatnya tipu daya setan atas dirinya. Sehingga, dari perkataan yang kurang baik, perbuatannya juga mudah melanggar norma.

Kemudian apa yang perlu dilakukan? Seseorang harus membangun mindset positif agar imun kebaikan tersistem dalam dirinya. Saat sistem kebaikan terbentuk, sistem itu akan menjadi daya kontrol. Kuat tidaknya daya kontrol itu akan memengaruhi kesadaran seseorang. Orang yang memiliki kesadaran akan hal baik, ia akan mudah melakukan kebaikan. Sebaliknya orang yang kesadaran berbuat baiknya buruk bahkan hilang, ia akan mudah melakukan hal buruk dan perbuatan tercela dalam kesehariannya.

Tidak cukup seperti yang terungkap di atas, mereka pun melakukan keburukan dengan rasa bangga sehingga tak terbersit penyesalan dalam dirinya. Hal ini bisa saja hawa nafsu yang ada dalam dirinya lebih besar dari pada hati nurani yang berbicara. Sehingga hal-hal buruk menguasai pola tingkah laku dan perkataan. Berbeda ketika kontrol diri yang baik bisa dihadirkan. Ia akan bisa menghidupkan kesadaran spiritual. Dari kesadaran spiritual, akan bisa menciptakan ketenangan yang bisa membantu melawan dan mengatasi nafsu negatif.

Kesadaran spiritual sendiri memiliki makna suatu keadaan di mana seseorang memiliki pemahaman yang lebih dalam tentang diri sendiri, kehidupan, dan hubungan dengan sesuatu yang lebih besar dari diri sendiri. Adapun aspeknya bisa meliputi pemahaman diri, koneksi dengan sesuatu yang lebih bermanfaat, nilai dan prinsip hidup, serta pengalaman spiritual.

Dengan kesadaran spiritual, eksistensi diri bisa diwujudkan dengan hal-hal terukur karena tidak semua dari perkataan atau tindakan itu berterima dan bisa diterima oleh orang lain. Adanya sebuah idiom mulut tak bertulang, menggambarkan bahwa seseorang suka berbicara tanpa berpikir panjang. Kata-katanya bisa saja menyinggung dan melukai perasaan orang lain tetapi terkadang yang berbicara tidak merasa demikian. Dan itu juga berpengaruh pada perbuatan.

Eksistensi diri itu penting, tetapi untuk mewujudkannya tidak harus menghalalkan segala cara. Terkadang untuk sekadar mewujudkan eksistensi diri semua hal dilakukan. Tak peduli seperti apa dan bagaimana caranya. Yang penting mereka harus ada di depan. Menyampingkan kemampuan dan membalutnya dengan penampilan, baik secara fisik maupun retorika yang sebenarnya standard. Mereka terlalu fokus mengejar ambisi, sampai lupa kualitas dirinya tidak sebanding dengan perbuatannya. Ketika hal itu terjadi, maka konsekuensinya bisa merusak hubungan dan hilangnya kepercayaan.

Kualitas diri itu terkait dengan kemampuan baik spiritual, emosional maupun intelektual. Hasilnya adalah kesabaran dan keseimbangan. Jika eksistensi dibangun asal-asalan; berbicara yang hanya asal, asal mereka harus berada di depan, asal dipandang lebih sempurna, asal kelihatan lebih berilmu, asal kedengaran lebih berpengalaman dan lain sebagainya, maka jangan heran misalkan suatu saat mereka akan rela menggadaikan diri dan kehormatannya karena lunturnya kepercayaan atas diri mereka.

Untuk menunjukkan eksistensi ada beberapa cara. Ada yang melakukannya dengan jalan senyap, dan ada pula yang terang-terangan. Mereka yang melakukan di jalan senyap biasanya tidak membutuhkan bisingnya pengakuan karena jiwanya yang tangguh untuk memilih jalan sunyi tanpa pujian. Mereka yang demikian, bekerja akan lebih ikhlas dan tanpa pamrih. Tanpa ada embel-embel dipuji apalagi mengharapkan pujian.

Mereka bekerja atau menampilkan potensi maksimalnya karena adanya kematangan berpikir yang didorong oleh kesadaran spiritualnya. Tidak “memperjualbelikan” statusnya hanya untuk pengakuan dan kebanggaan diri yang bisa saja melebihi kapasitasnya. Hanya orang-orang tertentu yang bisa melakukan hal tersebut. Esensinya, ia bukan mencipta eksistensi atas dirinya, melainkan eksistensilah yang mencipta wujud dirinya.

Selain melakukannya dengan cara senyap, mengeksplorasi kemampuan dan potensi secara terang-terangan juga sebuah keniscayaan. Orang lain tidak akan percaya bahwa kita mampu, kalau hanya bermain di balik layar. Tentu orang-orang yang di depan layarlah yang akan dipandang. Dan dengan cara eksplorasi potensi diri, hal itu akan bisa dibaca oleh orang lain. mengeksplorasi diri sesuai kapasitas dan kemampuan akan meningkatkan kepercayaan diri dan juga bisa menginspirasi orang lain.

Maka dari itu, afirmasi kesadaran spiritual untuk menunjukkan eksistensi diri baik secara senyap maupun terang-terangan, itu penting. Dengan kesadaran spiritual yang dimiliki, bukan nafsu yang menuntun hadirnya eksistensi, melainkan potensi dan fakta yang berbicara. Saat eksistensi berbalut kesadaran spiritual hadir, Ia bisa menjadi alarm pada waktu diri ingin melakukan keburukan atau kejahatan. Semakin sedikit kebaikan diri, maka semakin banyak ia mengharapkan pujian. Dan, semakin sedikit keburukannya, maka semakin lantang eksistensi dirinya berkembang karena kebaikan-kebaikannya yang terbaca.

Wallahu a’lam bishawab

*Penulis kelahiran Kab. Malang yang sekarang tinggal di Kab. Mojokerto-Jawa Timur

 

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

  • Klik Banner ITKESMU SIDRAP

Leave a Reply