Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
ArsipOpini

Jejak Peradaban Manusia

×

Jejak Peradaban Manusia

Share this article

Oleh : Dr. Yustin Paisal, MT

Membicarakan tentang sains dan agama pada prinsipnya adalah membicarakan tentang subyek atau obyek yaitu eksistensi manusia dan perikehidupannya. Hal ini dapat direlevansikan dengan temuan-temuan manusia pada jamannya masing-masing, dalam hal yang mana, secara implisit, mengandung suatu paradigma dan gaya hidup pada setiap jaman tersebut yang membedakannya dengan jaman lainnya.

Lebih dalam telah diketahui juga, bahwa corak perikehidupan manusia pun bervariasi dengan beragam peradaban sejak manusia purba hingga manusia di jaman kemajuan sains. Di antara jejak-jejak sejarah manusia masa lalu itu, masih tersisa dengan baik hingga saat ini. Baik berupa ornamen-ornamen, candi-candi dan kuil-kuil tempat ritual keagamaan, dan prasasti maupun benda-benda purbakala lainnya berupa kendi, pahat/kapak batu, dan lain sebagainya, termasuk tulisan-tulisan di atas batu merupakan kekayaan khasanah manusia di jaman itu dengan seni arsitektur dan situs sejarah yang bernilai tinggi.

Dengan fenomena seperti ini, bukti-bukti sejarah tentang peradaban manusia jaman dahulu kala, baik secara eksplisit maupun secara implisit memberikan pengetahuan dan pemahaman pada manusia saat ini, bahwa terdapat gambaran peradaban manusia yang panjang tentang perjuangannya untuk tetap eksis dan di sisi lain menggambarkan kuatnya aspek metafisik dalam corak kehidupan mereka. Berdasar pada deskripsi singkat di atas tentang peradaban manusia maka pertanyaan yang muncul kemudian adalah kapan manusia telah mengenal sains dan agama?.

Pertanyaan tersebut boleh jadi merupakan hal yang dapat membagi pandangan filosof pada tataran filsafat materialistik atau filsafat metafisik. Begitupun, sejak Darwin mengemukakan teori evolusinya yang terkenal itu, menantang kaum filosof dalam perdebatan yang menarik untuk dipahami tentang latar belakang cara berpikir setiap filosof disertai dengan argumen yang diajukan berkenan tentang eksistensi sejarah peradaban umat manusia.

Apa yang dapat dikemukakan kemudian adalah bahwa keberadaan segala sesuatu bukanlah suatu peristiwa tanpa bersebab. Namun, kejadian-kejadian itu merupakan rangkaian dari sebab-sebab yang mendasarinya, sehingga mencakup secara universal hukum kausalitas, sebab-akibat. Dari sini, para filosof kebanyakan sepakat. Perbedaan mereka hanya pada apakah ketika manusia hidup dipermukaan bumi ini dalam arti deterministik mutlak, free will, atau antara keduanya (Murtadha Mutahhari, 2007).

Sedemikian rupa perbedaan yang muncul diantara para filosof, pada dasarnya timbul dari batas-batas pengetahuan tentang fenomena yang dicermati, sebagai suatu eksistensi pada fenomena materialsme dan lebih jauh lagi tentang pengetahuan mereka tentang fenomena metafisik. Yang jelas, bahwa, fenomena naturalisme sebagai bagian dari fenomena materialistik adalah tidak dapat dinafikan. Termasuk dalam obyek perbincangan para arkeolog, antropolog, dan sosiolog tentang manusia purba memiliki beberapa sudut pandang tertentu, pada dasarnya dapat saling melengkapi argumen masing-masing, sehubungan dengan bagaimana perikehidupan manusia purba,bagaimana pengetahuan mereka saat itu dan bagaimana keyakinan mereka tentang hal yang bersifat metafisik.

Beberapa temuan dapat menyingkap sejauhmana perikehidupan masa lalu manusia purba itu, antara lain, temuan fosil berupa tempurung tengkorak manusia yang ditemukan oleh Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald, seorang ahli paleontologi dari Berlin, pada tahun 1936, yang menemukan beberapa peninggalan bersejarah termasuk tengkorak manusia purba tersebut di situs Sangiran, Jawa Tengah, Indonesia. Begitupun, Eugene Debois, tahun 1891 di Trinil, menemukan tengkorak manusia purba yang diberi nama Pithecanthropus erectus sebagai manusia jawa purba sebagai bagian dari Homo Erectus Paleojavanicus. Nama asal dari kata bahasa Yunani dan latin yang memiliki arti “manusia-kera yang dapat berdiri”.

 

Di daratan China, juga ditemukan tengkorak manusia purba.Menurut arkeolog, fosil tengkorak manusia Peking ditemukan sekitar tahun 1923 – 1927 dan telah berusia sekitar 500ribu tahun yang lalu. Fosil manusia purba ini juga digolongkan Homo erectus sebagaimana fosil manusia purba yang ditemukan di pulau jawa.

Apa yang ingin dibicarakan kemudian tiada lain adalah apakah fenomena manusia purba itu hanya memberikan pengetahuan tentang kapan mereka hidup, kebudayaan apa yang mereka tekuni, dan hingga kapan mereka meninggal, dan sebagainya pada tataran informasi yang kering dengan pandangan bagaimana evolusi sainsdan metafisik dalam peradaban mereka ?. Dengan kata lain, mengandung suatu hipotesis bahwa secara ontologi dapat dibagi dalam peninggalan material di satu sisi dan peradaban budaya yang saling terintegrasi dengan aspek sosial, ideologi, dan agama di sisi lainnya.

Tidaklah mungkin fenomena itu hanya menyangkut beberapa aspek saja yang sifatnya material belaka atau hanya dapat diuraikan dengan batasan-batasan peninggalan kepurbakalaan baik situs maupun kultur, sebab manusia memiliki potensi eksplisit dan implisit dalam membuat suatu peradaban. Dengan demikian, keberadaan benda-benda purbakala tersebut dengan berbagai kharakteristik: arsitektur, konstruksi, interior, dan eksterior adalah mencerminkan adanya hubungan yang kuat antara life style, pengetahuan teknikal, dan skill hingga pengetahuan metafisik manusia masa lalu, termasuk keyakinan animisme dan dinamisme (Abdullah Ali, 2007).

Oleh karena itu, berbagai temuan bagian-bagian kerangka manusia purba dan peninggalan peradabannya baik di Indonesia, China, Taiwan, maupun di Mesir, serta dinegara – negarabagian timur dan barat, dapat menunjukkan secara implisit paling tidak cara pandang manusia kini bahwa keberadaan kebudayaan manusia saat ini merupakan hasil evolusi berabad-abad lamanyapadaberbagai corak kebudayaan manusia sejak masa lalu, sebagaimana menurut filsafat darwinimisme bahwa manusia sekarang adalah hasil evolusi yang panjang dari manusia purba sebelumnya.

Disamping itu, diantara temuan kerangka manusia purba, ditemukan pula beberapa temuan berupa peninggalan bangunan prasejarah ataupun bangunan sejarah. Misalnya, candi-candi yang terdapat di Indonesia seperti candi Borobudur yang dibangun pada abad-abad ke 9 Masehi.Candi Borobudur ini adalah tempat pemujaan kepada dewa dan untuk memuliakan leluhur berdasarkan prasasti Karangtengah dan Kahulunan (J.G. de Casparis, 1950). Kuil Abu Simbel yang dibangun oleh Pharaohs Mesir Ramses II sekitar tahun 1250 sebelum masehi dan sejumlah pyramid yang terletak di Negara Mesir (Hery Santosa,2005). Disamping itu, termasuk beberapa tempat peribadatan lainnya seperti ka’bah peninggalan Nabi Ibrahim dan Nabi ismail sebelum masehi yang dikenal oleh penganut agama Islam.

Bilamana diamati lebih dekat, diantara bangunan kuno tersebut ada yang bertuliskan kalimat-kalimat tertentu yang mencerminkan pemahaman spiritual manusia di jamannya tentang kekuasaan dari Tuhan dengan berbagai macam sebutan. Disisi lain, hal yang langsung dapat dipahami secara meyakinkan adalah bahwa bentuk-bentuk bangunan kuno itu baik yang dibangun sebelum masehi maupun setelahnya memberikan kesan yang sangat kuat tentang peradaban manusia masa lalu tentang penguasaan sains, dalam hal ini, teknik arsitektur, sipil, dan konstruksi yang memiliki nilai keunikan tersendiridengan tingkat kesulitan dan kerumitan tertentu.

Realitas peninggalan bersejarah tersebut memang tinggal menjadi bagian dari sejarah peradaban manusia masa lalu, namun untuk manusia setelahnya setidaknya ada nilai yang dapat dipelajari dan ataupun dimaknai dengan arif bahwa mereka juga telah menghasilkan sains dan falsafah tertentu.Boleh jadi temuan-temuan hasil peradaban manusia pada jaman tersebut, dapat digolongkan sebagai hasil pengetahuan tacit knowledge yang mereka wariskan secara turun temurun sepanjang sejarah manusia pada abad-abad tersebut.

Demikian pula, telah beragam pendapat para ilmuwan dan modernism namun pandangan tentang kemajuan ilmu pengetahuan dewasa ini menurut mereka adalah berakar juga pada ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh peradaban timur tengah misalnya ilmu: filsafat, matematika, astronomi, kimia, fisika, kedokteran, geografi, geodesi, sosial, dan humaniora (Mahmud Thoha, 2004) selain yang berkembang dari Yunani abad sebelum masehi dan setelahnya. Sedemikian rupa corak perkembangan sains umat manusia sehingga sains adalah universal.

Oleh karena itu, disisi lain, apabila ditelaah lebih dekat, maka ada jalinan yang kuat berupa interaksi sesama ilmuwan jaman dahulu melalui perdagangan lintas negara dan benua.Hal ini menarik perhatian untuk penjelasan secara spesifik tentang sains dan agama berkaitan dengan keberadaan peradaban manusia hingga abad sekarangini secara holistik dan komprehensif.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply