KHITTAH.CO, Makassar — Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Dr Saleha Majid, menegaskan bahwa pengibaran bendera fiksi seperti One Piece di bawah atau sejajar dengan Merah Putih tidak otomatis melanggar hukum. Pernyataan ini disampaikan menanggapi polemik nasional pengibaran bendera bergambar tengkorak topi jerami menjelang HUT ke-80 RI, yang memuncak pada insiden penamparan pedagang sayur di Bantaeng oleh oknum TNI.
Menurutnya, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan memang melarang perbuatan yang menodai atau merendahkan kehormatan Merah Putih. Namun, sanksi pidana hanya dapat dijatuhkan jika terbukti ada unsur niat jahat (mens rea).
“Kalau kita merujuk pada UU Nomor 24 Tahun 2009, pengibaran bendera fiksi tidak otomatis melanggar hukum. Harus dibuktikan dulu ada tidaknya niat menghina atau merendahkan kehormatan Merah Putih,” ujarnya, Ahad, 10 Agustus 2025.
Ia menambahkan, konstitusi Indonesia menjamin kebebasan berekspresi, termasuk ekspresi simbolik seperti penggunaan bendera fiksi. Selama posisi dan ukuran bendera Merah Putih sesuai ketentuan, tindakan itu sah secara hukum. “Kecuali memang ada unsur penghinaan atau provokasi, hukum kita melindungi kebebasan berekspresi ini,” jelasnya.
Terkait kasus Bantaeng, di mana pedagang sayur bernama Pardi ditampar oknum TNI karena bendera One Piece terpasang di mobil pikapnya, ia menilai tindakan tersebut tidak dapat dibenarkan secara hukum.
“Kekerasan fisik terhadap warga sipil tanpa prosedur hukum jelas tidak dibenarkan. Aparat terikat aturan disiplin militer dan hukum pidana. Kasus seperti ini seharusnya diproses di peradilan militer atau kode etik, dan korban berhak mendapat pemulihan,” tegasnya.
Ia menilai penanganan isu simbol negara sebaiknya dilakukan dengan pendekatan edukatif. Aparat di lapangan diharapkan memberikan penjelasan aturan secara persuasif, bukan koersif.
“Sosialisasi UU Nomor 24 Tahun 2009 di sekolah, komunitas, atau media sosial akan membuat masyarakat lebih paham tanpa merasa terancam,” tuturnya.
Menjelang peringatan HUT ke-80 RI, ia mendorong pemerintah mengedepankan strategi komunikasi yang menyeimbangkan kewajiban menghormati Merah Putih dengan perlindungan hak berekspresi warga negara.
“Pendekatan yang transparan, edukatif, dan toleran akan mencegah gesekan sosial sekaligus menjaga kewibawaan simbol negara,” pungkasnya.