Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Tarjih

Ditutup, Munas Tarjih XXX Lahirkan Fikih Problematika Kontemporer

×

Ditutup, Munas Tarjih XXX Lahirkan Fikih Problematika Kontemporer

Share this article

KHITTAH.CO, Makassar- Musyawarah Nasional (Munas) Tarjih XXX resmi ditutup oleh Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Yunahar Ilyas, Kamis, 25 Januari 2018 malam, di Balai Sidang Muktamar Kampus Unismuh Makassar.


Munas Tarjih ini ditutup setelah membincang persoalan lalu lintas dalam forum seminar Tarjih, problematika pengelolaan informasi, perlindungan anak, dan perihal ibadah salat dalam forum sidang Tarjih, sejak dibuka pada Rabu, 24 Januari 2018 kemarin.


Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Prof. Syamsul Anwar mengungkapkan, Munas Tarjih ini menghasilkan tiga garis besar putusan perihal ketiga masalah tersebut.


Fikih perlindungan anak, jelasnya, meliputi tuntunan keagamaan yang lahir dari kesadaran bahwa anak itu adalah anugerah dari Tuhan yang harus dijaga.


Sementara itu, fikih informasi lahir dari kesadaran bahwa informasi merupakan pembangun peradaban.
Fikih ibadah lahir dari kesadaran bahwa cara beribadah harus sesuai dengan tuntunan Quran dan Sunah Rasul.


Selain itu, ungkap Prof. Syamsul, Munas ini juga melahirkan rekomendasi, salah satunya, rekomendasi kepada MTT untuk melakukan pengkajian fikih lalu lintas yang telah diseminarkan dalam Munas Tarjih ini.

“Karena persoalan utamanya itu kemacetan dan dampaknya itu antara lain, kecelakaan yang menurut data kepolisian tiap hari ada 82 orang yang meninggal karena kecelakaan.
Ini satu hal yang memprihatinkan, sementara dalam agama, keselamatan jiwa itu adalah tujuan dari agama,” ungkapnya.


Tambahnya, fikih ini juga penting karena kerugian biaya yang besar akibat penggunaan bahan bakar yang lebih banyak karena kendaraan lebih lama digunakan saat kemacetan.


“Hal yang paling penting adalah membangun kultur lalu lintas yang selamat dan efisien sehingga unsur-unsur perlindungan jiwa dan perlindungan syariah dapat dipenuhi dalam berlalu lintas,” ungkapnya.


Prof. Syamsul menegaskan fikih lalu lintas ini bukan putusan tarjih, melainkan rekomendasi untuk dilakukan pendalaman-pendalaman terkait lalu lintas.


“Semoga ini dapat dilanjutkan menjadi putusan Tarjih. Karena landasan fikihnya, dalilnya sudah ada. Karena itu harus dilakukan pendalaman-pendalaman,” harapnya.


Sementara itu, Ketua PP Muhammadiyah, Prof. Yunahar Ilyas mengungkapkan, di mata PP Muhammadiyah, Majelis Tarjih itu istimewa. Ini terbukti dengan nama forum tinggi majelis ini bernama kongres dan muktamar, sebelum menjadi musyawarah nasional seperti kini.


“Jadi, dulu, muktamar itu ada dua, satu muktamar untuk memilih ketua, satunya lagi muktamar khusus tarjih,” ungkapnya.


Ia membeberkan, terdapat banyak tuntutan untuk Majelis Tarjih. Di antaranya penyusunan tafsir At-tanwir. Tafsir Alquran ini disusun oleh tim Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah.


“Waktu dicetuskan, Majelis Tarjih ditanya, berapa lama bjsa selesai tafsirnya? Jawabnya 50 tahun. Pimpinan Pusat bilang, wah, lama sekali, sudah tidak ada semua kita. Bisa dipercepat, nggak? Akhirnya, dijawab, bisa tujuh tahun. Sekarang sudah memasuki tahun ketiga dan sudah sampai ke juz ke tiga, Surah Al-Imran. Kita berharap, semoga bisa cepat selesai. Paling tidak, di usia 1 abad Muhammadiyah sudah selesai,” ungkapnya.


Prof. Yunahar juga menyebut kebutuhan terhadap ulama-ulama tarjih merupakan salah satu kebutuhan utama Muhammadiyah.


Ulama-ulama tarjih, jelasnya, bukanlah sosok yang sekadar cendekiawan Islam atau orang yang mendalami studi Islam. Ulama tarjih adalah yang sosok yang mempunyai ilmu, takut kepada Allah, berada di tengah-tengah masyarakat dan peduli terhadap masyarakat.


“Banyak yang ilmu tinggi, menguasai ilmu, tapi tidak takut kepada Allah. Ini beda ulama dan intelektual, yang islamic studies. Ulama tarjih juga ulama yang peduli terhadap masyarakat, bukan sekedar ulama di balik meja, baca kitab, bukan,” jelasnya.


Ia mengungkapkan setelah melalukan kalkulasi, Muhammadiyah membutuhkan paling sedikit 50.000 ulama untuk disebar ke seluruh penjuru.


Karena itu, salah satu langkah yang ditempuh dengan menggelar Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM).


“PUTM itu kuliah di UAD (Universitas Ahmad Dahlan) dan UMY (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta). Kalau dulu tanpa ijazah, sekarang sudah ada ijazahnya. Beasiswanya gratis 100%,” ungkapnya.


Ungkapnya, penyediaan ulama tarjih ini sangat penting. “Kalau kita tidak menyiapkan ulama tarjih, padahal warga kita banyak yang bertanya perihal keagamaan, sementara banyak sekali ustaz-ustaz yang membuka layanan belajar di medsos, maka jangan heran jika warga kita nanti banyak yang tidak lagi sesuai dengan manhaj Muhammadiyah,” ungkapnya.


Ia juga menghaturkan terimakasih atas kinerja seluruh panitia dari pusat dan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel. Terkhusus, ucapan terima kasih ia sampaikan kepada Rektor Unismuh Makassar yang telah memfasilitasi musyawarah ini.


Prof. Yunahar juga menyebut munas tarjih kali ini memecahkan rekor di Muhammadiyah sebagai munas tercepat.


“Alhamdulillah dapat mencetak rekor bisa menyelesaikan pleno sebelum tengah malam, padahal diskusinya tetap sengit berdasarkan banyak dalil dan pertimbangan-pertimbangan logika,” ungkapnya.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply