KHITTAH.co- Tahukah Anda bahwa Khalifah Utsman bin Affan pernah membakar mushaf Alquran? Sungguh, ini pernah terjadi. Berdasarkan Sahih al-Bukhari, 15/386 hadis nomor: 4604, diriwayatkan bahwa semasa Ustman menjadi khalifah, ia pernah membakar mushaf. Ingat, mushaf, bukan Quran.
Tapi bukankah Quran yang tersusun menjadi mushaf kini berdasarkan perintah Khalifah Ustman? Mengapa khalfiah ini malah memerintahkan untuk membakar mushaf?
Ternyata, pembakaran mushaf tersebut dilakukan agar umat Islam hanya mempunyai satu macam mushaf Quran, yaitu rasam Utsmani saja. Ini untuk mencegah kebingungan dan selisih paham, hingga perpecahan.
Berdasarkan lansiran fatwahtarjih.or.id, laman resmi Majelis Tarih dan Tajdid (MTT) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, tindakan pembakaran tersebut, waktu itu, tidak ditentang oleh para sahabat.
Lantas, bagaimana kalau kita yang bukan khalifah atau tidak berlandaskan perintah khalifah melakukan pembakaran tersebut?
MTT PP Muhammadiyah menjelaskan, kita boleh saja membakar lembaran mushaf jika ternyata terdapat kesalahan penulisan dalam mushaf tersebut. Tidak hanya itu, mushaf yang sudah lapuk, rapuh, koyak, sehingga tidak bisa dibaca lagi, mushaf tersebut juga boleh dibakar.
Perlu ditegaskan, pembakaran mushaf tersebut tentu bukan untuk menghina atau merendahkan Quran, malah untuk kemaslahatan. Intinya, selama untuk maslahat, boleh membakar mushaf.
Daripada mushaf yang koyak, rapuh, dan lapuk berserakan di sembarang tempat, atau bahkan ada yang memanfaatkannya untuk hal yang tidak semestinya, maka boleh membakar mushaf tersebut.
Laman resmi MTT juga menjelaskan, dasar lain yang membenarkan membakar mushaf al-Quran adalah sadd adz-dzari’ah. Sederhananya, sadd adz-dzari’a adalah upaya menutup jalan menuju kepada kerusakan.
Dalam konteks mushaf koyak tersebut, daripada mushaf Quran terhinakan atau dihinakan karena telah rapuh dimakan usia dan tidak bisa dibaca lagi, maka lebih baik dibakar supaya tidak terbiarkan, terinjak, atau dibuang di tempat sampah.
Tapi, perlu diperhatikan, sebaiknya, pembakaran mushaf sesuai konteks yang telah dijelaskan, dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Jangan sampai, menimbulkan fitnah atau membahayakan kita.