Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
ArsipOpini

Tafsir Spirit Al-Ma’un Untuk Aktivisme Kemanusiaan IMM

38
×

Tafsir Spirit Al-Ma’un Untuk Aktivisme Kemanusiaan IMM

Share this article
Example 468x60

Tafsir Spirit Al-Ma’un Untuk Aktivisme Kemanusiaan IMM

IMG_20160726_115254

Example 300x600

Sakinah Fitrianti*

Sebagai organisasi terbesar dan tertua yang masih eksis di Indonesia, Muhammadiyah yang memiliki organisasi otonom salah satunya IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammdiyah) yang melakukan kaderisasi di tingkatan mahasiswa untuk menyiapkan kader perserikatan dan kader kebangsaan. IMM dengan spirit idealisme-religius menyiapkan kader pada level mahasiswa dengan dasar membentuk mentalitas kepemimpinan dalam diri setiap kader yang pastinya akan mereka implementasikan terhadap kemanusiaan.

Ahmad Dahlan pada tahun 1912, memiliki pengalaman luas kegiatan sosial kemanusiaan. Salah satu pondasi konseptual yang melandasi gerakan Muhammdiyah adalah penafsiran para pendiri dan pengikutnya terhadap Surah al-Ma’un. Inilah surah al-Ma’un ayat 1-7, yang telah menggemparkan jagat persilatan publik terutama masyarakat di Kampung Kauman Yogyakarta. Gagasan KH. Ahmad Dahlan saat itu menunjukkan sesuatu yang baru disbanding dengan pemahaman ummat Islam sebelumnya dalam memahami dan memberikan penafsiran serta mengamalkan surah al-Ma’un.

Jika kita mencermatinya secara lebih dalam dan menafsirkannya kata perkata, surah al- Ma’un yang pendek itu memiliki makna yang sangat kuat dan universal. Misalnya, kita bisa mengkaji konsep-konsep kunci dalam surah tersebut mulai dari kata, al-dien, yadu’-u, yatim sampai al-ma’un itu sendiri. Meskipun surah al-Ma’un sudah dianggap cukup valid, tetapi jika melihat realitas empirik di kalangan muslim masih banyak yang belum tergerak untuk mengamalkan pesan surah al-Ma’un dengan sungguh-sungguh. Antara pengusaan konsep dan implementasi belum beriringan.

Nalar Kyai Ahmad Dahlan sebagai pendiri organisasi Muhammdiyah selalu berpikir bahwa agama Islam adalah agama yang benar, bahkan satu-satunya agama yang diterima Allah. Meski demikian sering berkecamuk dibenaknya pertanyaan dari berbagai kontemplasi yang dilakukan mengapa sekarang pemeluk agama Islam keadaannya bodoh, terbelakang secara kapasitas keilmuan, bahkan terjajah. Pastinya ada sesautu yang tidak benar yang menyebabkan ummat Islam tidak bisa menjadi ummat yang unggul. Apakah ummat yang salah, ataukah para pemimpin atau ulama yang salah.

Dalam hal ini, Kyai Dahlan lebih memilih berpendapat bahwa para pemimpin (ulama) lah yang salah dalam mengajarkan nilai dalam agama Islam, sehingga Islam mengalami “keterjebakan” dalam tradisi atau rutinitas yang sifatnya tetek-benget, tetapi tidak mengimplementasikan ajaran Islam dalam konteks sosial-ekonomi yang luas. Dalam hal ini, Kyai Dahlan tidak menyalahkan para pemimpin lain justru beliau menunjuk dirinya. Pemahana kyai Dahlan itulah yang membawa manfaat dan membawa perubahan bagi masyarakat dan menula kepada para muridnya.

Ayat dalam surah al-Ma’un yang ditafsirkan oleh Kyai Dahlan tidak terlepas dari pemahaman fungsi manusia sebagai Khalifah fil ardl serta Islam sebagai Rahmatan lil ‘alamin. Bila memerhatikan dengan seksama pesan surah al-Ma’un bahwa mendustakan agama adalah suatu sifat yang harus dijauhi  dengan varian ciri pendusta agama itu adalah orang “menghardik” anak yatim dan tidak memberikan makan orang miskin. Yatim tidak harus dilihat secara biologis antara ibu, bapak, dan anak tetapi, orang yang hidup dalam kemiskinan dan kepapaan.

Pada ayat 6-7 Allah SWT mengisyaratkan sifat riya. Riya berasal dari kata ra’a yang berarti melihat. Secara harfiah, riya berarti mengatur sesuatu agar dilihat orang lain. Sedangkan menurut para ulama Ma’un berasal dari kata ma’unah yang berarti bantuan. Pemahaman inilah yang membuat hati para muridnya segera mencari anak yatim dan orang miskin (tanpa ditanya apa mereka) dan segera dibantu agar mereka menjadi orang yang diperhatikan dan tidak lagi menjadi orang yang sulit. Inilah, mengapa dengan mudah kita melihat dimana-mana terdapat panti asuhan Muhammdiyah.

Kader Muhammdiyah bernaung di bawah ortom Ikatan Mahasiswa Muhammdiyah telah banyak mengisi ruang-ruang sosial masyarakat yang membutuhkan. Setelah melalui proses kaderisasi secara fisik dan mental kader IMM memasuki lembaga-lembaga kemanusiaan dan turut serta dalam setiap kegiatan sosial. Banyak kader IMM selepas dari studi kesarjanaannya memilih mengabdikan diri di lembaga pendidikan  baik milik perserikatan maupun bukan, turut dalam mendamaikan konflik, menjadi duta perdamaian dan aktif di lembaga Filantropi skala nasional maupun internasional. Kader IMM memiliki tanggung jawab secara moral-keagamaan yang merupakan implementasi dari surah al-Ma’un untuk mengabdikan diri pada kemanusiaan. Buah pikiran Kyai Dahlan menjadi warisan bagi kader-kader muda Muhammadiyah setelahnya. Pelbagai kompleksitas masalah kemanusiaan menjadi tantangan besar kader muda Muhammadiyah untuk mengimplentasikan prinsip-prinsip humaniter  sebagai mana yang tertuang dalam surat al-Ma’un.

*) Ketua Umum IMM Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin Periode 2014-2015

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

[metaslider id="39673"]