KHITTAH.CO, Surakarta- Muktamar 48 ‘Aisyiyah yang berlangsung di GOR Universitas Muhammadiyah Surakarta, diikuti oleh 1926 peserta.
Peserta ini terdiri atas Anggota Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Ketua dan Sekretaris Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah (PWA), utusan PWA, Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah, Majelis dan Lembaga PP ‘Aisyiyah, hingga Pimpinan Cabang Istimewa ‘Aisyiyah dari luar negeri.
Agenda Muktamar kali ini meliputi Laporan Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah Peridoe 2015-2022, Program Nasional, Isu-isu strategis, dan Risalah Perempuan Berkemajuan.
Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Noordjannah Djohantini menjelaskan, Muktamar kali ini merupakan muktamar yang monumental. Salah satunya dikarenakan Muktamar ini diselenggarakan secara hybrid di tengah situasi pandemi.
“Jika biasanya terdapat sidang komisi, maka pada Muktamar kali ini pelaksanaan sidang komisi dipindahkan di masing-masing wilayah untuk membahas 4 agenda Muktamar,” kata dia.
Selanjutnya, Noordjannah, mempersilakan Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah untuk merefleksikan sistem muktamar yang telah dilakukan kali ini sebagai model dalam permusyawaratan di tingkat wilayah.
Materi dapat dikirimkan sebelumnya sehingga daerah bisa mendiskusikannya di daerah masing-masing agar masukan yang diperoleh lebih kaya.
Dalam pidato iftitahnya, Noordjannah mengungkapkan bahwa tema Muktamar ‘Aisyiyah “Perempuan Berkemajuan Mencerahkan Peradaban Bangsa” menggambarkan perspektif, pandangan, dan cara organisasi berjuang juga berkontribusi memajukan perempuan.
Perjuangan tersebut untuk mengukir peradaban bangsa yang mencerahkan. Noordjannah menekankan pentingnya ‘Aisyiyah mewujudkan wajah Indonesia yang maju dengan nilai Islam Berkemajuan dan Perempuan Berkemajuan.
Noordjannah menambahkan, tema Muktamar tersebut tidak terlepas dari kiprah ‘Aisyiyah selama satu abad yang dapat menjadi modal sosial.
Ini karena ‘Aisyiyah mampu menjalankan peran strategis dan praksis bagi kemajuan bangsa. Meski demikian, Noordjannah mengakui bahwa tantangan dakwah ‘Aisyiyah sangatlah kompleks, baik dalam kehidupan keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal.
Dalam konteks keumatan, menurut Noordjannah, sedang berkembang pandangan keagamaan yang variatif.
Pada satu sisi, terdapat pandangan keagamaan literal dan cara dakwah yang kurang menghargai pandangan lain, sehingga mendorong konflik dengan sesama muslim yang tidak terpuji.
Sementara di sisi yang lain, ada pandangan yang berada di ujung perbedaan yang tajam. Di sinilah, Noordjannah menekankan, pentingnya ‘Aisyiyah memperkokoh pandangan keagamaan yang wasathiyah berkemajuan dalam memerankan dakwah dan tajdid.
Situasi kebangsaan Indonesia, ungkap Noordjannah, juga dihadapkan pada tantangan dan permasalahan seperti kemiskinan, ketidakadilan sosial, eksploitasi dan rusaknya sumberdaya alam.
Demikian juga problema korupsi, penegakan hukum yang lemah, luruhnya integritas sebagian elite pimpinan, beragam permasalahan dalam keluarga, kekerasan dan konflik sosial di masyarakat, hingga ancaman retaknya persatuan bangsa.
Padahal, bagi ‘Aisyiyah, sangatlah penting untuk merajut persatuan dan perdamaian. “Perempuan tidak suka konflik, perempuan justru menjadi agen perdamaian yang hendaknya turut serta menyelesaikan konflik,” tutur Noordjannah.
Di tingkat global, papar Noordjannah, kita dihadapkan pada problem kemanusiaan universal yang ditandai dengan meluasnya konflik atau bahkan perang, sebagaimana terjadi antara Rusia dengan Ukraina.
Perang yang terjadi, jelas Noordjannah, telah berdampak pada kehidupan dunia termasuk dampak ekonomi global yang tentu akan berpengaruh pula dalam kehidupan nasional bangsa Indonesia.
Dalam menghadapi tantangan dan permasalahan keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal itulah, Noordjannah berpesan, penting bagi ‘Aisyiyah untuk merefleksikan posisi dan peran ‘Aisyiyah sebagai gerakan muslim berkemajuan dengan menyiapkan pemikiran dan agenda strategis organisasi.