Oleh: Muhammad Chirzin*
“Aku titipkan Muhammadiyah kepadamu.”
(K.H. Ahmad Dahlan)
Muhammadiyah adalah gerakan dakwah amar makruf nahi mungkar berdasarkan Al-Quran dan Sunah shahihah dengan cita-cita besar mewujudkan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur – negeri makmur dalam lindungan Tuhan Yang Maha Pengampun (QS 34:15). Tanda-tanda negeri demikian itu antara lain enak dilihat, rakyatnya senang dan makmur, dan mereka dapat menikmati karunia Allah swt Yang Maha Penyayang, dan Dia tak akan menghukum kesalahan serta kelemahan manusia yang kecil-kecil.
Dalam usia satu abad plus satu windu Muhammadiyah telah memiliki lebih dari 7500 Sekolah/Madrasah, 175 Perguruan Tinggi, 475 Rumah Sakit, 315 Panti Asuhan, 55 Panti Jompo, 85 Rahabilitasi Cacat, 11.250 Masjid/Mushalla, Baitul Mal wat Tamwil, Koperasi, Minimarket, dan ribuan gedung serta tanah wakaf.
Dari waktu ke waktu Muhammadiyah dipimpin oleh para tokoh pada zamannya. K.H.A. Dahlan, 1912-1922, K.H. Ibrahim, 1923-1933, K.H. Hisyam, 1934-1936, K.H. Mas Mansyur, 1937-1941, Ki Bagus Hadikusumo, 1944-1953, Buya AR. Sutan Mansur, 1956-1959, H.M. Yunus Anis, 1959-1962, K.H. Ahmad Badawi, 1961-1965, K.H. Faqih Usman, 1968-1971, K.H. AR Fachruddin, 1971-1990, K.H. Ahmad Azhar Basyir, 1990-1995, Prof. Dr. H.M. Amien Rais, MA, 1995-1998, Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif, 1998-2005, Prof. Dr. H.M. Din Syamsuddin, 2005-2015, dan Prof. Dr. H. Haedar Nashir, M.Si., 2015-sekarang.
Selaku pendiri Muhammadiyah, K.H.A. Dahlan menulis self reminder yang patut kita camkan bersama. “Wahai Dahlan, sungguh di depanmu ada bahaya besar dan peristiwa-peristiwa yang akan mengejutkan engkau, yang pasti harus engkau lewati. Mungkin engkau mampu melewatinya dengan selamat, tetapi mungkin juga engkau akan binasa karenanya…”
“Wahai Dahlan, coba engkau bayangkan seolah-olah engkau seorang diri bersama Allah, sedangkan engkau menghadapi kematian, pengadilan, hisab, surga, dan neraka. Dan dari sekalian yang engkau hadapi itu, renungkanlah yang terdekat kepadamu, dan tinggalkanlah lainnya…”
Khittah perjuangan KHA Dahlan adalah demikian.
“Tidak menduakan Muhammadiyah dengan organisasi lain.”
“Tidak dendam, tidak marah, dan tidak sakit hati jika dicela dan dikritik.”
“Tidak sombong dan tidak berbesar hati jika menerima pujian.”
“Tidak jubria (ujub, kikir, dan riya`).”
“Mengorbankan harta benda, pikiran, dan tenaga dengan ikhlas dan murni.”
“Bersungguh hati terhadap pendirian.”
Spirit perjuangan KHA Dahlan, “Tidak ada kekuatan, daya, dan tenaga, di luar kekuasaan Allah. Tidak takut kepada manusia; hanya takut kepada Allah.”
Adapun pesan-pesan KHA Dahlan yang terhimpun antara lain berikut.
“Mengingat keadaan tubuhku, kiranya aku tidak lama lagi akan meninggalkan anak-anakku semua, sedangkan aku tidak memiliki harta benda yang bisa kutinggalkan kepadamu. Aku hanya memiliki Muhammadiyah yang akan kuwariskan kepadamu sekalian.”
“Mengapa engkau begitu bersemangat saat mendirikan rumahmu agar cepat selesai, sedangkan gedung untuk keperluan persyarikatan Muhammadiyah tidak engkau perhatikan dan tidak segera diselesaikan?”
“Aku juga berdoa, berkah dan keridhoan serta limpahan rahmat Ilahi agar Muhammadiyah tetap maju dan bisa memberikan manfaat bagi seluruh umat manusia sepanjang sejarah dari zaman ke zaman.”
***
“Muhammadiyah pada masa sekarang ini berbeda dengan Muhammadiyah pada masa mendatang. Karena itu warga muda-mudi Muhammadiyah hendaklah terus menjalani dan menempuh pendidikan serta menuntut ilmu pengetahuan di mana saja. Menjadilah dokter, sesudah itu kembalilah kepada Muhammadiyah. Jadilah meester, insinyur, lalu kembalilah kepada Muhammadiyah sesudah itu.”
“Pimpinan Muhammadiyah sebaiknya kyai yang intelektual atau intelektual yang kyai.”
“Memperbaiki urusan yang terlanjur salah dan disalahgunakan atau diselewengkan adalah merupakan kewajiban setiap manusia, terutama kewajiban umat Islam.”
“Aku berharap kepada seluruh umat yang berjiwa Islam akan selalu tetap mencintai junjungan Nabi Muhammad saw dengan mengamalkan segala tuntunan dan perintahnya.”
“Kemunduran umat Islam karena sebagian besar mereka terlalu jauh meninggalkan ajaran Islam, kemerosotan akhlak, sehingga penuh ketakutan seperti kambing, dan tidak lagi memiliki keberanian seperti harimau.”
“Aku terus memperbanyak amal dan berjuang bersama anak-anakmu sekalian untuk menegakkan akhlak dan moral yang sudah bengkok. Kusadari bahwa menegakkan akhlak dan moral serta berbagai persoalan Islam memang merupakan tugas berat dan sulit.”
“Jika kita terus bekerja dengan rajin disertai kesungguhan, kemauan keras, dan kesadaran tugas yang tinggi, maka insyaallah, Tuhan akan memberi jalan, dan pertolongan-Nya akan tiba.”
“Jika engkau meminta izin tidak memenuhi tugas karena alasan tidak mampu, maka beruntunglah engkau! Aku akan mengajarkan kepadamu bagaimana memenuhi tugas tersebut. Tapi, jika engkau meminta izin tidak memenuhi tugas itu hanya karena sekadar enggan, maka tiadalah orang yang bisa mengatasi seseorang yang memang tidak mau memenuhi tugas. Janganlah persoalan rumah tangga dijadikan halangan memenuhi tugas kemasyarakatan!”
“Orang Islam sejati adalah yang tetap berdiri pada tempat yang benar meskipun dunia dalam keadaan kacau.”
Sikap dan pandangan hidup K.H.A. Dahlan tersebut diwarisi oleh murid-muridnya. Hal itu tecermin pada pernyataan beberapa murid setia beliau. Ki Bagus Hadikusumo menyatakan tentang kolot dan modern sebagai berikut. “Saya marah bukan karena nafsu, tetapi karena Allah. Letaknya kolot atau modern adalah dalam cara berpikir dan bertindak; letaknya takwa dan munafik adalah pada teguh atau tidaknya memegang teguh hukum dan pendirian yang benar.”
Di antara kader terbaik Muhammadiyah, Panglima Besar Jenderal Soedirman berpesan, “Insyaf, percaya, dan yakinlah, bahwa kemerdekaan suatu negara dan bangsa, yang didirikan di atas pengorbanan harta benda dan jiwa raga dari rakyat dan bangsa itu, insyaallah tidak dapat dilenyapkan manusia siapa pun juga. Dalam menghadapi keadaan yang bagaimanapun juga tetap jangan lengah, karena kelengahan dapat menyebabkan kelemahan, kelemahan menyebabkan kekalahan, dan kekalahan berarti penderitaan.”
K.H.R. Hadjid berkata, “Memikul tugas amar makruf nahi mungkar itu selalu menghadapi berbagai tantangan, besar dan kecil, namun tidak mungkin orang akan merasakan manisnya Islam kecuali mereka yang sudah memperjuangkannya lewat amar makruf nahi mungkar. Bila engkau berhati bebek, orang akan memperlakukanmu seperti bebek. Bila engkau berhati harimau, orang akan memandangmu sebagai harimau.”
Bung Karno berpesan, “Sekali Muhammadiyah tetap Muhammadiyah. Kata-kata ini bukan untuk Muhammadiyah saja, tetapi juga untuk saya.”
Menurut Mohammad Hatta, dalam segala hal, kaum inteligensia tidak dapat bersikap pasif, menyerahkan segala-galanya kepada mereka yang kebetulan menduduki jabatan yang memimpin dalam negara dan masyarakat. Kaum inteligensia adalah bagian dari rakyat, warga negara yang sama-sama mempunyai hak dan kewajiban. Dalam Indonesia yang berdemokrasi, ia ikut serta bertanggung jawab tentang perbaikan nasib bangsa. Tanggung jawab seorang akademikus adalah intelektual dan moral! Ini terbawa oleh tabiat ilmu itu sendiri yang wujudnya mencari kebenaran dan membela kebenaran.
Buya Hamka menyampaikan pesan-pesan sebagai berikut. “Di dalam perjuangan hidup kita harus mempunyai tiga pokok (modal): pertama, kekayaan benda. Kedua, kekayaan hati. Ketiga, kekayaan gengsi (prestise) diri. Di dalam perjuangan itu manusia kadang-kadang mendapat untung dan rugi. Kerugian kekayaan benda belumlah berarti kerugian, karena hilang benda boleh dicari gantinya. Tetapi kalau keberanian tak ada lagi, artinya ialah separuh kekayaan telah hilang. Dan kalau gengsi diri yang hilang, artinya semua kekayaan sudah habis.”
“Janganlah takut jatuh, karena yang tidak pernah memanjatlah yang tak pernah jatuh. Jangan takut gagal, karena yang tidak pernah gagal hanyalah orang yang tidak pernah mencoba melangkah. Jangan takut salah, karena dengan kesalahan yang pertama kita dapat menambah pengetahuan untuk mencari jalan yang benar pada langkah yang kedua.”
“Kerapkali orang tua menyesali pemuda, menuduhnya bekerja terburu-buru dan kurang pikir. Kerapkali orang muda menuduh orang tua lamban, lambat bertindak, dan terlalu banyak berpikir. Alangkah sibuknya dunia kalau pimpinan hanya di tangan yang muda-muda, dan dunia akan membosankan karena lamban geraknya kalau yang memimpin hanya yang tua-tua. Gabungan di antara gelora semangat yang muda dengan renung pikir yang tua itulah yang menimbulkan keseimbangan di dalam perjalanan hidup.”
Sri Sultan Hamengku Buwono IX berpesan, “Muhammadiyah adalah salah satu dari organisasi-organisasi rakyat Indonesia yang hingga sekarang mempunyai usia yang terpanjang, dan kita tahu bahwa Muhammadiyah selalu dapat dikemudikan dengan stabil, dan telah menunjukkan pula kesanggupan, keuletan, dan ketabahannya melaksanakan perjuangan untuk mencapai cita-citanya. Muhammadiyah telah membuktikan dapat lulus dari ujian-ujian zaman.”
Jika ada yang mengatakan Muhammadiyah telah kehilangan kepeloporan, maka katakan bahwa kepeloporan memang sekali saja terjadi dalam sejarah, karena terobosan yang telah diciptakan. Demikian, kata H. Djarnawi Hadikusumo.
H.M. Djindar Tamimi mengatakan, “Pada dasarnya setiap manusia memiliki empat dimensi pergaulan: pergaulan dengan sesama manusia, pergaulan dengan lingkungan hidup, pergaulan dengan diri sendiri, dan pergaulan dengan Allah swt. Landaskan empat dimensi pergaulan itu di atas ajaran Islam, niscaya hasilnya akan memuaskan, baik lahir maupun batin, dan membawa kita ke kehidupan yang istiqamah.”
Menurut Pak AR Fachruddin, pengajian adalah ruhnya Muhammadiyah. Tanpa pengajian Muhammadiyah ibarat jasad yang sudah tak bernyawa. Betapa pun hebatnya seseorang, bila nyawanya sudah tak ada, ia hanya mayat yang tidak lagi mampu memberikan kemanfaatan bagi orang lain. Ia menjadi tanggung jawab orang lain untuk memandikan, menshalatkan, dan menguburkan.
Dalam sebuah Pengajian Ramadhan seseorang bertanya kepada Pak AR Fachruddin, mengapa manusia banyak yang berbuat dosa, padahal setan-setan dibelenggu selama bulan Ramadhan. Beliau menjawab, “Ya, itulah manusia. Banyak yang lemah iman. Dengan setan dibelenggu saja kalah, apalagi melawan setan lepas-lepasan.”
“Pada zaman sekarang ini banyak orang yang tidak bersedia mengamalkan ajaran agamanya. Melihat kesulitannya saja mereka sudah merasa putus asa dan tidak berani. Inilah yang menjadikan bangsa ini sulit menelurkan pemimpin yang baik dan amanah, sekalipun banyak orang di negeri ini yang memiliki ilmu agama sangat tinggi.”
Pada kesempatan lain Pak AR berpesan, “Yang penting mari kita saling menjaga silaturahmi. Kita tidak perlu saling iri, sombong, mentang-mentang berkuasa,- jadi sok kuasa. Mari kita bersama menjaga nama baik organisasi/golongan kita Islam. Jangan sampai menjelek-jelekkan satu sama lain, saling mengkafirkan, memunafikkan, atau membid’ah-bid’ahkan. Jangan tolak-menolak jika ditunjuk untuk menjadi pemimpin, tetapi jangan berebut menjadi pempimpin.”
H.M. Djazman Al-Kindi mengingatkan agar warga Muhammadiyah tidak cepat berpuas diri atas sebuah prestasi. Cepat puas diri adalah gejala dekadensi.
Menurut Prof. A. Malik Fajar, dalam rangka mengembangkan pendidikan Islam yang menjanjikan masa depan diperlukan beberapa prasyarat, yakni perencanaan yang terpadu dan menyeluruh serta dukungan dengan evaluasi dan riset. Kita boleh kehilangan apa saja, akan tetapi kalau kita kehilangan cita-cita berarti kita kehilangan semuanya.
Tentang ijtihad, Prof. Asymuni Abdurrahman menulis, bahwa penggunaan kata ijtihad pada masa kini harus dikembalikan pada pengertian bahasa yang cakupannya lebih luas daripada pengertian yang selama berabad-abad berkisar pada masalah hukum dan dilakukan oleh seseorang yang menyandang peredikat mujtahid. Sementara itu, untuk menyiasati persyaratan yang cukup berat bagi mujtahid, maka bisa dilakukan ijtihad kolektif (jama’i) dengan mengumpulkan para ahli dari berbagai displin ilmu pengetahuan dalam menyoroti satu masalah dari berbagai sudut pandang sesuai dengan keahliannya.
K.H. Ahmad Azhar Basyir berpesan, “Ada tiga jenis manusia: manusia jahat, manusia biasa, dan manusia baik. Manusia jahat, sejak bangun tidur sudah berniat dan berbuat jahat. Sementara manusia biasa, tidak ingin berbuat dosa dan kejahatan, namun bila ia kepergok dengan godaan dosa dan kejahatan, ia tidak bisa menghindari. Sedangkan manusia baik, sejak bangun pagi sudah berniat dan berbuat baik, dan jika kepergok dengan godaan dosa dan kejahatan, ia mampu menghindari. Ada beberapa jenis kemarahan, namun kemarahan paling indah adalah kemarahan terhadap kebatilan. Ada beberapa jenis cinta, namun cinta pada kebenaran adalah cinta paling indah.”
Selaku mantan Ketua PP Muhammadiyah, mubaligh dan cendekiawan, Prof. H.M. Amien Rais mengemukakan pokok-pokok pikiran yang terserak tentang Muhammadiyah dan perjuangan dakwah. “Muhammadiyah itu: yen dijiwit dadi kulit, dicethot dadi otot… setan ora doyan, dhemit ora ndulit.” (dicubit malah menjadi kulit, dibetot malah menjadi otot… setan tidak bakal dosan, jin tidak akan menyentuh). Artinya, insan Muhammadiyah adalah pribadi-pribadi yang selalu bekerja dengan ikhlas, tahan banting, dan insyaallah tahan kritik, cemooh manusia, serta tahan godaan setan.
“Hidup adalah ibadah sekaligus jihad, dan mengorbankan harta/uang adalah yang paling berat dalam kehidupan. Allah memantau semua usaha keras kita, bahkan bersedia menjadi mitra kerja kita, bila kita bersungguh-sungguh. Jika kita terus-menerus mencari jalan keluar atas setiap masalah, maka Allah akan memberi jalan keluarnya. Ini sebuah sunatullah.”
“Kita selalu berbuat dan bekerja lillahi ta’ala – untuk Allah Yang Maha Tinggi. Maka seluruh usaha dan pekerjaan kita harus bernilai tinggi, sukses, berdimensi rasional dan modern, gagah dan canggih, kompetitif dan menjanjikan kemanangan. Setiap mukmin harus mempunyai etos kerja yang selalu menghargai waktu dan disiplin. Jangan puas menjadi yang terbaik di antara yang buruk, bagaikan orang bermata satu menjadi raja di kalangan orang buta.”
“Hitung di saat malammu, sudah berapa jumlah kebaikan produktif dan manfaat untuk sesama yang telah engkau lakukan di siang hari. If we do our part, God will do His part.”
Prof. H. Ahmad Syafii Maarif menulis, “Rendah hati adalah refleksi dari iman. Jika memang peradaban yang berwajah adil dan ramah yang dirindukan benar-benar telah dihadapkan kepada jalan buntu, maka iman kita mengatakan, bahwa langit pasti tidak akan tinggal diam untuk membela pilar-pilar keadilan dan kebenaran dengan cara dan mekanismenya sendiri. Save our soul, save our nation – selamatkan jiwa kami, selamatkan bangsa kami.”
“Saya justru berharap Angkatan Muda Muhammadiyah berani tampil nakal, tentu kenakalan yang sembadha, dengan dukungan integritas moral dan intelektual. Sebab, kenakalan justru memperlihatkan kekritisan dan kreativitas. Bukan generasi muda yang hanya mengekor dan berlindung di bawah payung kebesaran pendahulunya.”
Pendidikan adalah usaha untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia, baik di hadapan sesama maupun di hadapan Tuhan. Segala hal yang merintangi dan menghambat tercapainya tujuan mulia itu harus disingkirkan.
Muhammadiyah menempuh jalan sunyi, tidak beroposisi terhadap Pemerintah; tidak memusuhi dan tidak pula menjilat Pemerintah. Muhammadiyah berakhlak wasathiyah. Semua dilakukan oleh para pejuang Muhammadiyah secara mandiri dengan ikhlas. Muhammadiyah menjawab problem sosial dengan amal. Masalah kesehatan, Muhammadiyah membangun rumah sakit, masalah pendidikan, Muhammadiyah membangun lembaga pendidikan dari tingkat TK sampai dengan Perguruan Tinggi. Masalah ekonomi, Muhammadiyah menggerakkan Lazismu dan amal usaha lainnya, walaupun hasilnya belum maksimal.
Muhammadiyah merupakan gerakan pembaharuan keagamaan Islam era modern yang menurut istilah Prof. M. Amin Abdullah menggabungkan dimensi teologis-filosofis dan sosial praktis. Kedua wilayah tersebut ibarat dua sisi dari sekeping mata uang yang sama. Corak pembaharuan pemahaman keagamaan Islam Muhammadiyah pada zamannya cukup orisinal dibandingkan dengan corak gerakan pembaharuan keagamaan Islam yang berkembang di luar negeri.
***
Belakangan muncul kritik internal kepada persyarikatan Muhammadiyah yang terkesan kering dan tidak lagi vokal dan seagresif dahulu dalam menyerukan ide-ide pembaharuan pemahaman keagamaan, khususnya dalam hubungannya dengan realitas historis masyarakat Muslim yang hidup di tengah-tengah era modernitas. Para aktivis dan penerus gerakan Muhammadiyah terkesan telah terjebak oleh rutinitas menjalankan perputaran roda organisasi. Mengapa gerakan sosial keagamaan Islam yang bercorak organisatoris yang dahulu bebas dan leluasa bergerak akhirnya terjebak oleh liku-liku birokrasi organisasi yang diciptakan sendiri untuk mencapai tujuan yang ditetapkan oleh persyarikatan?
Keterjebakan itu pada wilayah pendidikan, dari TK sampai dengan Perguruan Tinggi, dan bidang pelayanan kesehatan; rumah sakit, poliklinik, rumah bersalin, dan lain sebagainya. M. Amin Abdullah mengajukan tiga resep untuk membangkitkan kembali semangat gerakan pembaharuan Muhammadiyah yang bercirikan keterkaitan antara normativitas wahyu dan historisitas keberagamaan Islam. Ketiganya merupakan kesatuan yang tak terpisah.
Pertama, pemahaman ijtihad dan tajdid Muhammadiyah diarahkan kepada objek sasaran kehidupan sosial keagamaan yang semakin kompleks dalam era modernitas yang menyentuh dataran cara berpikir, mentalitas, dan perilaku keagamaan pada umumnya.
Kedua, pola perjuangan keagamaan Muhammadiyah yang masih bersifat konvensional perlu disesuaikan dengan wilayah religiusitas keberagamaan Islam masa kini seiring dengan perkembangan wilayah kebudayaan ilmu dan teknologi yang merebak hingga kini.
Ketiga, mengevaluasi sumber pangkal tolak rutinitas atau kemandegan berupa struktur organisasi kepengurusan, dan mengembangkan struktur organisasi Muhammadiyah sesuai dengan perkembangan manajemen organisasi modern. Barangkali termasuk periodesasi masa bakti dan kaderisasi pada setiap lini amal usaha Muhammadiyah.
Masih menurut Prof. M. Amin Abdullah, simbol-simbol kultural baru telah bergeser ke arah upaya memperkuat disiplin nasional, kepedulian sosial berupa gerakan orang tua asuh, pelestarian lingkungan hidup, dan lain-lain. Agenda ijtihad Muhammadiyah perlu merambah pada pemikiran politik; demokratisasi, hubungan yang transparan antara negara dan warga negara, penguatan masyarakat sipil, hak-hak tenaga kerja, kesadaran hukum dan persamaan hak di muka hukum, hak asasi manusia, alternatif budaya tekonlogi modern, pendayagunaan hutan, tata guna lahan, tata wilayah kota, dan lain-lain.
Prof. Kuntowijoyo mengidentifikasi enam tantangan masyarakat yang kompleks dan multidimensional yang dihadapi Muhammadiyah. Pertama, sekularisme yang meniadakan transendental agama dalam kehidupan. Kedua, spiritualisme berupa kecenderungan untuk mencari makna-makna pada hal-hal yang spiritual, tetapi tidak identik dengan agama, bahkan muncul spiritualitas yang menolak agama secara formal. Ketiga, intelektualisme, yakni kecenderungan menjadikan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai agama baru. Keempat, keruntuhan dan hilangnya kepercayaan pada ideologi-ideologi mapan seperti yang ada selama ini. Kelima, demokrasi dalam segala hal. Terakhir, postmodernisme.
Menurut Prof. Koentowidjoyo, ilmu sosial tidak boleh berpuas diri dalam usaha untuk menjelaskan atau memahami realitas dan kemudian memaafkannya begitu saja, tapi lebih dari itu ilmu sosial harus juga mengemban tugas transformasi menuju cita-cita yang diidealkan masyarakatnya dengan tiga nilai dasar sebagai pijakan ilmu sosial profetik, yaitu humanisasi, liberasi, dan transendensi.
Prof. M. Din Syamsuddin mencatat bahwa selama ini warga Muhammadiyah menggunakan istilah gerakan, dakwah, tajdid; trilogi gerakan yang disampaikan dalam training-training di Angkatan Muda Muhammadiyah, tetapi by design and by concept, apakah Muhammadiyah memenuhi syarat sebagai gerakan dalam tataran teoretis; kemudian lihat pada dataran empiris di lapangan. Organisasi lebih rapi, punya instrumen yang lebih rapi, serta piranti-piranti lunak dan keras yang baik, dan juga ada proses organisasional yang baik dengan prosedur dan mekanisme yang baik. Sebuah gerakan lebih dari sekadar organisasi. Gerakan (harakah) paling tidak mengandung dua aspek utama, yaitu adanya proses sistematis-dinamis, dan sistem yang dinamis untuk mencapai tujuan; atau dinamis yang sistematis.
Masih menurut Prof. Din Syamsuddin, Muhammadiyah perlu menjelaskan sejelas-jelasnya apa tujuannya dalam satu blue print (cetak biru) masyarakat ideal atau cita-cita sosial yang dimiliki. Muhammadiyah bertujuan mewujudkan masyarakat yang utama. Dalam kasus mendirikan sebuah universitas, misalnya, aksi untuk beramal tinggi, tapi dimensi refleksinya kurang, yakni dengan memikirkan fakultas apa saja yang cocok dan perlu dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan zaman. Barangkali termasuk penempatan kader-kader persyarikatan terbaik pada lembaga-lembaga amal usaha sesuai dengan bakat, keterampilan, keahlian, dan kepakaran, serta tanggung jawabnya.
Menurut Prof. H. Noeng Muhadjir, muslim harus menjadi kontributor signifikan bagi pengembangan teknologi. Jangan hanya dapat mengucap masyaallah ketika terkagum pada temuan hebat, atau mengucap astaghfirullah ketika temuan teknologi membuat malapetaka. Umat Islam harus berkiprah dalam forum apa pun.
Prof. H. Suyanto berpesan, bahwa jika pendidikan Muhammadiyah ingin berubah sesuai dengan kompleksitas masa depan, perubahan-perubahan itu perlu dilakukan secara terus-menerus secara tersistem, karena di masa depan tingkat keusangan kelembagaan pendidikan Muhammadiyah akan berjalan sangat cepat.
Menurut Prof. H. Djamaluddin Ancok, pendidikan adalah wahana untuk mempersiapkan manusia di dalam memecahkan problema kehidupan di masa kini maupun di masa datang. Oleh karena itu sistem pendidikan yang dikembangkan oleh suatu masyarakat harus mampu membangun kompetensi manusia untuk mempersiapkan kehidupan yang lebih baik.
Ilmu dan teknologi menjadi bagian dari rangkaian ijtihad manusia memahami hakikat kebenaran Ilahi yang menjadi dasar setiap realitas faktual yang menjadi objek kajiannya, kata Prof. Musa Asy’arie. Implementasi kesatuan organik akal dalam proses belajar mengajar di dunia pendidikan Muhammadiyah seharusnya dapat dikembangkan secara aktual dalam berbagai kajian dan rancangan studi-studi, sehingga tidak terjebak dalam dikotomi kiri-kanan, jasmani-rohani, dunia-akhirat, agama-nonagama, dan lain-lain yang justru tidak mencerahkan.
Tentang seni, H.M. Muhammad Muqoddas berpendapat bahwa berkesenian itu bila dilaksanakan untuk ibadah akan mendapat pahala. Sedangkan menurut Hj. Siti Chamamah Soeratno, dalam era pembangunan nasional, karya-karya sastra Indonesia yang fungsional dalam kehidupan masyarakat diciptakan oleh warga masyarakat yang committed dengan upaya menciptakan masyarakat dan bangsa idaman. Dengan demikian, kehadiran cipta sastra di persada Indonesia ini sangat fungsional, khususnya pembangungan di bidang sumber daya manusia.
Tentang peran perempuan, Prof. Hj. Siti Chamamah Soeratno berpendapat, selama ini belum disadari secara baik, bahwa perhatian terhadap wanita Indonesia tidaklah berarti persamaan haknya dengan kaum pria, melainkan menempatkan fungsinya sebagai faktor yang potensial di masyarakat. Dengan demikian, wanita dilihat dari segi kiprahnya sebagai sumber daya manusia yang potensinya sama pentingnya dengan pria. Maka wanita Indonesia yang jumlahnya lebih dari separoh penduduk, menyimpan potensi yang harus diperhitungkan dalam pembangunan bangsa dan masyarakat.
Prof. H. Yunahar Ilyas menegaskan bahwa perempuan dapat berperan dalam organisasi massa Islam, pengurus yayasan, aktivis lingkungan, pejuang hak asasi, aktivis partai politik, jadi menteri, bahkan menjadi presiden sekalipun.
****
Menurut Prof. H.M. Dawam Rahardjo, puncak dari hasil perkembangan intelektual dan kultural bangsa Indonesia dalam merumuskan konsep nasionalisme Indonesia adalah dirumuskannya Pancasila, yang terutama menggambarkan nilai-nilai fundamental yang dianut oleh bangsa Indonesia. Tantangan yang perlu jawaban Muhammadiyah adalah soal etika bisnis. Kesenjangan ekonomi antara kekutan ekonomi konglomerasi dan kekuatan ekonomi rakyat dewasa ini memberi petunjuk adanya ketidakberesan dalam aturan main dunia bisnis. Tetapi belum ada orang yang secara intelektual dan mental mampu mengungkapkan ketidakberesan tersebut. Muhammadiyah sebagai gerakan amar makruf nahi mungkar sehausnya memiliki kekuatan mental untuk bisa mengungkapkan ketidakberesan itu.
Dalam mengembangkan demokrasi, menurut Prof. H.M. Zamroni, diperlukan pendidikan demokrasi. Pendidikan demokrasi hanya akan lahir dalam pendidikan yang demokratis. Oleh karena itu, demokratisasi pendidikan Indonesia merupakan keniscayaan.
Menurut Prof. H. Sjafri Sairin, sebab-sebab KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) selain tunakuasa adalah rendahnya pendapatan dan beratnya beban kultural (cultural burden) yang bergelayut di bahu masyarakat. Beban kultural akan menjadi lebih berat ketika masyarakat mengalami mobilitas sosial secara vertikal, tiba-tiba, dan keluar dari alur kehidupan yang telah lama digelutinya.
Prof. H. Haedar Nashir memberikan beberapa catatan sebagai berikut. Muhammadiyah saat ini berada dalam pusaran ideologi dan dinamika kehidupan masyarakat yang angat kompleks, baik pada tingkat nasional maupun golobal. Lebih khusus perkembangan umat Islam dengan segala macam orientasi ideologis dan gerakannya. Muhammadiyah tidak cukup hanya mengandalkan usaha-usaha pragmatis atau berjalan mengikuti hukum dinamika alamiah belaka, tanpa berpijak pada prinsip-prinsip gerakannya yang bersifat ideologis, sesuai dengan pesan Al-Quran, Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (QS 59:18).
Muhammadiyah telah merumuskan kondisi objektifnya sebagai berikut. Kekuatan Muhammadiyah terletak pada: (1) fondasi Islam yang berlandaskan pada Al-Quran dan Al-Sunnah disertai pengembangan ijtihad; (2) reputasi Muhammadiyah sebagai gerakan Islam modern yang terbesar dan dikenal luas secara nasional maupun internasional: (3) jaringan organisasi yang tersebar di seluruh penjuru tanah air dan beberapa negara; (4) perkembangan amal usaha Muhamadiyah yang sangat besar secara kuantitatif yang menjadi aset sumber daya, fasilitas, infrastruktur yang sangat penting bagi persyarikatan dalam memajukan kehidupan bangsa dan umat manusia; (5) Muhammadiyah sebagai kekuatan organisasi kemasyarakatan yang telah berkiprah lama dan luas menjadi modal sosial dan moral serta kekuatan politik kebangsaan yang diperhitungkan.
Muhammadiyah memiliki beberapa peluang dalam gerakannya: (1) keterbukaan masyarakat Indonesia yang semakin baik dan demokratis untuk mengembangkan geraknya lebih luas dalam berbagai lini kehidupan; (2) era otonomi daerah yang memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk mengatur rumah tangganya menjadi peluang bagi Muhammadiyah di daerah-daerah untuk lebih berperan dalam pengambilan keputusan publik dan pembangunan daerah; (3) pengakuan masyarakat internasional terhadap Muhammadiyah membuka peluang kerjasama yang sangat luas dengan pemerintah di berbagai negara maupun lembaga-lembaga internasional; (4) ASEAN Charter memberikan peluang bagi Muhammadiyah untuk memperluas gerakannya menembus batas NKRI dan memasuki wilayah sepuluh negara ASEAN; (5) Momentum bergesernya titik berat gravitasi geo-politik, geo-ekonomi, dan geo-sosial budaya dari Eropa dan Amerika Utara ke Asia, khususnya China, dapat dimanfaatkan untuk lebih memperkuat, memodernisasi, dan merekontekstualisasi gerakan Muhammadiyah.
Para begawan tidak bisa berumah di atas angin, lebih-lebih tenggelam di bawah atap kantornya sendiri, tanpa melibatkan diri dalam agenda-agenda pemikiran dan aksi pencerahan bangsa. Di dunia Muslim, mereka yang berilmu tinggi tidak cukup sekadar menjadi al-rasikh al-‘ilm, mereka pun harus menjadi ulul albab, yang selain berilmu dan berspiritual tinggi, sekaligus harus menjadi al-muhtadun, penyebar hidayah Tuhan di muka bumi. Dengan kata lain, sebagai pembawa obor pencerahan.
Menurut Prof. H.M. Yunan Yusuf, umat Islam mempunyai kewajiban memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya di tengah-tengah masyarakat yang sedang memasuki era reformasi. Dalam kaitan inilah internalisasi etika Islam dalam etika nasional menjadi strategis dalam membangun masyarakat Indonesia Baru.
Membicarakan pangan di Indonesia sangat identik dengan padi. Setiap saat permintaan beras luar biasa lonjakannya. Ironisnya yang hidupnya paling miskin adalah petani yang menanam padi. Demikian, tegas H. Said tuhuleley.
Prof. H. Ismail Sunny menyatakan bahwa rule of law menjamin stabilitas politik dan ekonomi. Islam mewajibkan kita untuk melaksanakan dan memperjuangkan terlaksananya sistem ekonomi kerakyatan dan sistem politik yang adil dan demokratis. Artinya, Islam mengharuskan adanya demokrasi ekonomi dan demokrasi politik dalam arti yang sebenarnya, kata Sritua Arief.
Menurut H.M. Sukriyanto AR, bila Muhammadiyah berhasil dalam melakukan gerakan ekonomi, maka usaha-usaha untuk menjadi Gerakan Islam dan Gerakan Dakwah dalam arti yang sebenarnya insyaallah akan dapat diwujudkan.
Prof. H. Yahya Muhaimin mencatat bahwa kemampuan pertahanan Indonesia harus dibina secara relatif merata dengan proporsi yang tepat dari kekuatan laut, udara, dan darat. Sinergi kekuatan gabungan yang handal dan selalu siap tempur yang biasa disebut military preparedness merupakan unsur penting bagi kekuatan suatu bangsa atau national power.
Menurut Prof. Syafiq A. Mughni, yang paling penting dilakukan oleh Muhammadiyah ialah menyediakan diri tumbuh sebagai kekuatan reformatif di abad ke-21 sebagaimana Nabi saw dan para sahabatnya telah melaksanakan itu di abad ke-7. Muhammadiyah tidak boleh berhenti pada keberhasilan reformasi moral di abad ke-7; karena itu harus ada reformasi yang sama di abad ke-21. Reformasi semacam itu hanya akan mungkin dilakukan Muhammadiyah jika mampu mengendalikan humanisme sekuler ke arah humanisme religius, yakni nilai-nilai kemanusiaan yang tidak terpisah dari Islam.
Optimalisasi peran Muhammadiyah sekarang dan untuk masa depan harus didukung berbagai gagasan dan peran pembaharuan yang selalu berada di garda depan. Optimalisasi Muhammadiyah setidaknya terdiri atas peran kultural, peran struktural, peran intelektual, dan peran spiritual. Demikian menurut Dr. Asep Purnama Bakhtiar.
Sebagai penutup, Hj. Kusnariyati Sri Rahayu berpesan, “Hidup-hidupilah Muhammadiyah, sehingga Muhammadiyah menjadi kuat dan mampu memberikan kehidupan yang lebih baik bagi warganya sepanjang masa.” Selamat ber-Muhammadiyah!
****
Semoga Catatan ini menjadi amal jariyah bagi mereka, para guru, murid, saudara, dan para pembaca hingga akhir masa, amin.
- K.H. Ahmad Dahlan
- Ny. Hj. Walidah Dahlan
- K.H. Ibrahim
- K.H. Hisyam
- K.H. Mas Mansyur
- Ki Bagus Hadikudumo
- Buya AR Sutan Mansur
- K.H.M. Yunus Anis
- K.H. Ahmad Badawi
- K.H. Faqih Usman
- K.H. A.R. Fachruddin
- K.H. Ahmad Azhar Basyir
- Prof. Dr. H.M. Amien Rais
- Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif
- Prof. Dr. H.M. Din Syamsuddin
- Prof. Dr. H. Haedar Nashir
- Dr. Hj. Noorjannah Johantini
- Jenderal Soedirman
- K.H.R. Hadjid
- Bung Karno
- Mohammad Hatta
- Buya Hamka
- Sri Sultan Hamengku Buwono IX
- H. Djarnawi Hadikusumo
- H.H. Djindar Tamimi
- H.M. Djazman Al-Kindi
- Prof. A. Malik Fadjar
- Prof. Asymuni Abdurrahman
- Prof. M. Amin Abdullah
- Prof. Koentowijoyo
- Prof. Noeng Muhadjir
- Prof. Suyanto
- Prof. Djamaluddin Ancok
- Prof. Musa Asy’arie
- H. Muhammad Muqoddas
- Prof. Hj. Siti Chamamah Soeratno
- Prof. H. Yunahar Ilyas
- Prof. M. Dawam Rahardjo
- Prof. H.M. Zamroni
- Prof. H. Syafri Sairin
- Prof. H.M. Yunan Yusuf
- H. Said Tuhuleley
- Prof. H. Ismail Sunny
- H.M. Sukriyanto AR
- Prof. Yahya Muhaimin
- Prof. Syafiq A. Mughni
- Dr. Asep Purnama Bakhtiar
- Hj. Kusnariyati Sri Rahayu
- Dr. H. Djabrohim.
* Guru Besar Tafsir Al-Qur’an UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta