Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Dilema Pendidikan Anak di Masa Covid-19

×

Dilema Pendidikan Anak di Masa Covid-19

Share this article

Oleh: Muh. Takdir*

 

Pada saat ini, dunia sedang menghadapi masalah besar. Berawal dari munculnya suatu wabah penyakit yang disebabkan oleh virus, yaitu virus corona yang akrab disebut Covid-19. Hampir semua aspek kehidupan mengalami perubahan-perubahan yang semakin hari semakin mengkhawatirkan, mendebarkan seluruh isi dunia.

Dunia perekonomian semakin lemah, hubungan sosial semakin menurun yang menyebabkan kurangnya interaksi dan kepedulian terhadap sesame. Semuanya telah merasakan dampak dari pandemi Covid-19 ini, terutama pada dunia pendidikan. Kita harus siap menghadapi perubahan ini, karena cepat atau lambat pendidikan akan mengalami perubahan drastis akibat pandemi Covid- 19.

Pembelajaran daring atau online merupakan sistem pembelajaran tanpa tatap muka secara langsung antara guru dan siswa tetapi pembelajaran dilakukan melalui jaringan internet. Hal ini merupakan tantangan besar bagi seorang guru, karena dalam kondisi seperti ini guru pun dituntut untuk bisa mengelolah, mendesain media pembelajaran (media online) sedemikian rupa guna untuk mencapai tujuan pembelajaran dan untuk mencegah atau mengantisipasi kebosanan siswa dalam pembelajaran tersebut.

Pertama, siswa yang belum memiliki gadget. Siswa yang belum mengetahui banyak tentang penggunaan teknologi, kasus ini banyak terjadi pada siswa tingkat taman kanak-kanak (TK) dan sekolah dasar (SD). Selain itu, masalah utama yang dialami siswa adalah jaringan yang tidak memadai. Hal ini merupakan tantangan besar bagi siswa dan tak terkecuali bagi orang tua karena orang tualah yang dituntut untuk mendampingi siswa dalam proses belajar online tersebut. Realitas yang ada juga, tidak sedikit orang tua yang tidak paham mengenai penggunaan teknologi. Hal ini akan menghambat keaktifan siswa atau anak dalam proses belajar daring.

Kedua, kurangnya interaksi fisik antara guru dan siswa karena dalam pembelajaran online siswa hanya diberikan tugas melaui via WhatsApp. Kebanyakan siswa kesulitan dalam mengerjakan tugas disebabkan tidak ada penjelasan-penjelasan awal dari guru tentang tugas yang dibebankan tersebut. Peserta didik hanya dituntut untuk mengerjakan tanpa mendapatkan penjelasan terlebih dahulu, akibatnya banyak siswa yang mengeluh dan tidak bersemangat lagi dalam mengerjakan tugas.

Ketiga, tugas yang diberikan guru banyak, sementara waktu yang diberikan sangat singkat. Bagaimana anak bisa belajar dengan baik dalam kondisi yang seperti ini?

Keempat, akibat kurangnya interaksi langsung antara guru dan siswa, otomatis berkuranglah internalisasi nilai-nilai karakter yang semestinya harus ditanamkan seorang guru ke dalam diri siswa. Ini akan mengakibatkan degradasi moral pada anak atau siswa, karena tugas seorang guru bukan hanya mengajar, mentrasferkan ilmu pengetahuan (pelajaran) saja, tetapi seorang guru juga dituntut untuk mendidik (pembentukan akhlak dan karakter) siswa. Namun, hal ini tidak boleh mematahkan semagat guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik, tidak boleh mematahkan semagat siswa dalam belajar, pandemi Covid-19 ini tidak boleh mematahkan semangat dan harapan kita semua.

Akibatnya, beberapa sektor terdampak, termasuk pendidikan. Para siswa dituntut untuk belajar di rumah bersama orang tua. Hal itu pun menciptakan permasalahan baru di dunia pendidikan. Siswa, guru, dan orang tua dipaksa untuk cepat beradaptasi dengan sistem belajar daring (online), yang berarti belajar jarak jauh memanfaatkan teknologi yang sudah berkembang saat ini.

Berdasarkan data yang dikutip dari situs berita ayobandung.com hasil dari suvey Kepala Seksi Kurikulum Disdik Kota Bandung kepada guru, siswa, dan orang tua periode april hingga Juli yang melibatkan 44 ribu siswa, 4.000 orang tua siswa, dan 7.000 guru yang menjadi responden. Hasilnya, 89,6 % siswa menyatakan bosan disebabkan terlalu banyak tugas dari guru

Di samping itu, para siswa tidak bisa bermain dengan teman sekelas. Saya sebagai guru yang mengajar di jenjang SMA pun merasa kasihan, mereka kehilangan momen putih abu-abu yang biasa kita kenang sepanjang usia. Beberapa siswa bahkan ada yang tidak memiliki gadget dan ada pula yang kesulitan membeli kuota. Apalagi yang tinggal di wilayah terpencil yang jaringan internetnya tidak merata. Pembelajaran mereka pun semakin terbatas.

Orang tua pun mengalami kesulitan yang sama, mereka harus bekerja sambil mengajari anaknya. Bahkan ada pula yang menganggap anaknya sudah cukup dewasa, karena sudah SMA, sehingga tidak memantau kegiatan belajar di rumah. Ada pula orang tua yang masih gaptek (gagap teknologi) sehingga sulit mengikuti perubahan zaman. Masih dalam survey yang sama, 16,7% orang tua tidak mengerti konten dan 6,8% merasa terbebani. Selebihnya biasa-biasa.

Guru pun dituntut untuk lebih kreatif dan menciptakan inovasi pembelajaran agar belajar di rumah bisa berjalan dengan baik dan tetap menyenangkan. Namun kebanyakan belum siap menghadapi tantangan tersebut, 91,9% guru hanya memberi tugas selama masa belajar daring (masih dalam survey yang sama).

Sebetulnya ada beberapa platform pembelajaran daring yang bisa diakses oleh guru dan siswa secara gratis. Seperti Zenius Education, Quipper School, Ruangguru, Edmodo, dll. Platform pembelajaran daring tersebut diharapkan mampu mengantisipasi terhambatnya siswa dan guru melakukan KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) di sekolah. Namun masalahnya apakah semua guru mampu mengoprasikan platform pembelajaran daring tersebut. Tak semua guru bisa teknologi. Belum lagi soal keadaan ekonomi guru terutama guru honorer yang gajinya hanya cukup untuk makan tiga hari. Semua platform pembelajaran daring harus terhubung ke internet dan itu memerlukan kuota yang cukup banyak. Itulah dilema pendidikan di masa pandemi ini.

Dari permasalahan-permasalahan di atas, saya sedikit memiliki saran, diantaranya: Pertama, perlu diadakannya pelatihan-pelatihan guru dan sosialisasi penggunaan platform pembelajaran online. Kedua, kuota untuk guru dan siswa harus lebih terasa di lapangan. Ketiga, guru dan orang tua siswa harus lebih kompak demi kemajuan pendidikan siswa selama belajar di rumah. Keempat, guru harus lebih kreatif dan inovatif sehingga siswa tidak bosan belajar. Dan kelima, siswa harus lebih bijak menggunakan kuota internet. Utamakan mengerjakan tugas dibandingkan bersosial media.

Pandemi Covid 19 mengajarkan kita untuk lebih kreatif dan inovatif di tengah keterbatasan, melatih kesabaran kita, juga memaksa kita agar melek teknologi di tengah kondisi abad 21 yang segalanya serba cepat. Semoga pandemi ini cepat berlalu dan kita bisa kembali belajar di sekolah seperti biasanya

 

* Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Makassar

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply