KHITTAH.co, RIAU- Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammdiyah, Prof. Haedar Nashir mendorong anggota Muhammadiyah untuk dapat bersifat adaptif atas perubahan zaman. Anggota Muhammadiyah juga diharapkan mampu menjalankan kepemimpinan transformatif yang ditandai dengan tiga unsur yakni manajemen, dinamis, dan visioner.
“Tiga kekuatan ini merupakan potensi laten yang sebagian besar sudah menjadi potensi manifest tapi memerlukan dinamika kepemimpinan dan manajemen baru yang lebih dinamis lagi sebagaimana kami juga terus belajar mendomnamisasi kepemimpinan dan manajemen Persyarikatan kita di tengah perubahan dan tantangan,” jelas Haedar, Rabu 2 Juni 2021 lalu.
Pesan tersebut disampaikan Guru Besar Ilmu Sosiologi UMY ini pada Silaturahim Syawal 1442 Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Riau. Melalui aplikasi pertemuan dalam jaringan (daring), Haedar menjelaskan tiga unsur tersebut sebagaimana dilansir dari laman resmi Persyarikatan, muhammadiyah.or.id.
Unsur pertama berupa manajemen. Ini adalah kemampuan memobilisasi potensi sekecil apapun sesuai dengan karakter, prinsip dan ideologi Persyarikatan.
“Jepang, Korea Selatan adalah tipologi negara yang tidak punya sumber daya alam (SDA). Tapi mereka justru dengan keterbatasan SDA itu mampu memobilisasi sumber daya manusia yang luar biasa sehingga mereka menjadi maju sekarang ini,” tutur Haedar memberikan contoh.
Unsur kedua, jelas Haedar, berupa sifat dinamis. Sifat ini diperlukan agar kepemimpinan selalu mampu mengagendakan perubahan.
“Perubahan itu bukan hanya kita hadapi, tapi juga kita ciptakan. Ketika kita hadapi, tentu perubahan seebagai obyek yang mengitari kita. Dan ketika kita menghadirkan perubahan sebagai agenda, kita bisa membangun perubahan itu agar sesuai dengan yang kita kehendaki,” jelas dia.
Haedar lalu mengisahkan bagaimana Kiai Ahmad Dahlan mampu memahami realitas itu dengan membangun berbagai pusat kemajuan seperti rumah sakit, sekolah, hingga organisasi perempuan.
Unsur ketiga berupa sifat visioner. Sifat ini dianggap Haedar wajib dimiliki anggota Persyarikatan agar Muhammadiyah tidak gagap dalam menghadapi setiap dinamika zaman.
“Kira-kira Muhammadiyah 50 tahun ke depan di Indoensia dan di Riau itu sepertri apa? Persis Kiai Dahlan juga berpikir bahwa Muhammadiyah hari ini akan berbeda dengan Muhammadiyah yang akan datang,” jelas Sosiolog ini.
Haedar juga menegaskan bahwa sikap visioner tersebut juga harus berdasarkan perspektif keilmuan. Ia menyebut, pendiri Muhammadiyah sangat matang dalam memproyteksikan masa depan Muhammadiyah. Atas proyeksi tersebut, Haedar menyebut Kiai Ahmad Dhalan benar-benar mempersiap dan memastikan dirinya.
“Memproyeksikan masa depan dengan berbagai macam langkah yang didesain oleh organisasi sehingga di ujung hayatnya, meskipun beliau (Kiai Dahlan) sakit, Beliau mengatakan bahwa jika saya hentikan apa yang saya bangun ini, maka akan beratlah para penerus dan pelanjut Muhammadiyah,” kata Haedar.
“Artinya bahwa umat muslim, warga Muhammadiyah itu tidak mungkin bisa membangun peradaban jika dia menjadi orang mustadafin, jika dia lemah dan tertinggal. Maka dia harus menjadi umat yang tanazar dan punya jiwa wiqayah yang tinggi,” jelas Haedar.
Haedar Nashir juga mengingatkan bahwa sejatinya, kunci kemajuan Muhammadiyah ditopang oleh keikhlasan para pegiatnya. Nilai keikhlasan merawat Muhammadiyah ini juga akan menopang para pimpinan sehingga mampu menjaga amanah dengan baik karena telah terbebas dari ambisi pribadi di luar pengabdian kepada Persyarikatan.
“Orang Muhammadiyah ketika menjadi pimpinan Muhammadiyah, ya, harus selesai dengan dirinya. Tidak lagi ada ambisi-ambisi yang melampaui dirinya. Ketika kita ngurus Muhammadiyah, ya, sejak awal sampai terakhir, ya, ngurus Muhammadiyah. Nah, itulah yang membuat orang punya trust pada kita. Dan itu wujud dari transformasi kita tanpa kita merasa tazakkuh, paling bersih, paling benar, paling baik,” jelas Haedar.
Ketua Umum PP Muhammadiyah ini juga menegaskan, poin tersebut yang membuat Muhammadiyah mendapatkan kepercayaan dari banyak kalangan di berbagai komunitas.
“Alhamdulillah, di tingkat nasional saya sering bertemu para tokoh dari berbagai kalangan juga dengan pemerintah, mereka punya trust dengan Muhammadiyah. Salah satunya adalah karena orang-orang Muhammadiyah tepercaya, maka kami jaga betul trust itu,” tutup Haedar.