KHITTAH.co, Bandung- Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Dr Haedar Nashir menjadi pembicara dalam Seminar Pra-Muktamar ke-47 Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah (UM) Bandung, Kamis, 12 Mei 2022.
Dalam pemaparannya, Haedar mengkritik umat Islam yang masih reaksioner. Ia menyebut umat Islam hari ini hanya sibuk dengan politik identitas.
Menurut dia, tidak banyak umat Islam yang bergerak masif pada gerakan-gerakan ekonomi. Haedar memberikan kritik pedasnya ini meski sempat memohon maaf atas kritik tersebut. Ia memastikan kritiknya untuk membangun umat.
“Kalau kita cinta umat maka kita harus berani ada hal-hal pahit sebagai koreksi bersama. Menjadi tokoh tidak harus memanjakan umat terus menerus,” tegas Haedar.
Kealpaan umat Islam dalam penguasaan ekonomi, menurut Haedar, berdampak pada ketertinggalan dalam persaingan hidup di dunia.
Hal ini disebabkan oleh umat Isalm yang masih mudah tersulut dalam persaingan identitas dibanding pembangunan pusat-pusat keunggulan maupun kerja keumatan yang lebih konkret dan berorientasi jangka panjang.
“Tapi kalau umat kita ini diajak ke Monas pakai ikat kepala itu luar biasa. Bisa tidak tokoh umat menggeser atau paling tidak membangun keseimbangan? Sebab kita tidak mungkin bisa maju kalau kita masih disibukkan oleh politik massal atau politik komunalitas,” kritik Haedar.
Karena itu, ia menantang Muhammadiyah untuk bergerak konkret memimpin perubahan paradigma umat kepada hal yang lebih konstruktif.
Muhammadiyah harus memastikan terjadinya keseimbangan karena Persyarikatan ini mengerjakan pekerjaan-pekerjaan ekonomi, pendidikan, dan penguasaan iptek yang saat ini tidak semua orang, warga, dan umat lakukan.
Ia menekankan, Persyarikatan ini melalu Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK) dapat bergerak lebih masif dengan melakukan objektivasi pada pekerjaan-pekerjaan praktis.
Menurut Haedar, salah satu hal konkret yang mesti dilakukan MEK adalah mencatat dan melaporkan secara berkala penambahan saudagar dan wirausahawan Muhammadiyah di setiap wilayah di Indonesia.
Diketahui, saudagar dan wirausahawan Persyarikatan ini telah tergabung dalam JSM (Jaringan Saudagar Muhammadiyah). JSM merupakan tindak lanjut dari putusan Muktamar 47 Muhamamdiyah tahun 2015 di Makassar.
Ia mengingatkan, komitmen Muhammadiyah adalah menghadirkan ekonomi yang halalan tayiban. Prinsip ini harus selalu diterapkan dalam setiap usaha ekonomi dan bisnis Muhammadiyah.
Ia mencontohkan, lahan Muhammadiyah seluas 60 hektare lebih yang berada di Labuan Bajo. Sayangnya, ungkap Haedar, ini belum bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata.
“Ini satu contoh saja betapa tidak mudahnya mengembangkan bisnis dan kewirausahan yang bersifat nyata, konkrit, praksis dan strategis,” pungka dia.
(Rls/ Fikar).