KHITTAH.CO, Bali – Indonesia International Cancer Conference (IICC) 2024 yang berlangsung di Bali Nusa Dua Convention Center pada 3-6 Oktober 2024 menjadi momentum penting bagi pengendalian kanker di Tanah Air. Pada konferensi ini, Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, resmi meluncurkan Program National Cancer Control (NCC), yang bertujuan memperkuat langkah nasional dalam deteksi dini dan pengobatan kanker.
Acara tersebut menghadirkan berbagai ahli onkologi, peneliti, akademisi, serta organisasi pasien dari seluruh dunia untuk membahas isu-isu mendesak, terutama mengenai kesenjangan akses terhadap pengobatan kanker di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Salah satu pesera yang turut hadir adalah Prof. Nurlina Subair, Ketua Makassar Cancer Care Community (MCCC), yang menyoroti pentingnya upaya kemitraan internasional dalam memperluas akses pengobatan.
“Kami sangat berharap program National Cancer Control yang diluncurkan ini tidak hanya berlangsung dalam kabinet sekarang, tetapi juga dilanjutkan pada pemerintahan berikutnya. Kemitraan internasional yang kuat sangat dibutuhkan untuk memastikan akses yang merata terhadap pengobatan kanker di seluruh Indonesia,” ujar Nurlina Subair, dosen Unismuh Makassar saat ditemui di sela-sela Wisuda 83 kampus tersebut, Selasa 8 Oktober 2024.
Pada kesempatan tersebut, Menteri Kesehatan juga menekankan pentingnya kemitraan internasional dalam mempercepat kemajuan di bidang pengendalian kanker. Selain peluncuran program NCC, Indonesia juga telah melakukan berbagai inisiatif strategis. Salah satunya adalah distribusi alat USG dengan probe linear di lebih dari 10.000 puskesmas untuk skrining kanker payudara. Program ini diharapkan mampu menjangkau lebih dari 100 juta perempuan dewasa di Indonesia.
“Sejak 2022, pemerintah juga telah menjalankan kampanye vaksinasi HPV secara masif bagi 50 juta perempuan dan anak laki-laki, dengan target selesai pada tahun 2030. Ini adalah langkah nyata yang sangat penting untuk mengurangi risiko kanker di masa depan,” lanjut Prof. Nurlina Subair.
Prof. Nurlina juga mengikuti sesi diskusi bertajuk Cross Talk With Survivor Group for Cancer, yang dihadiri oleh berbagai organisasi pasien kanker dari Amerika, Filipina, dan sejumlah NGO lokal seperti Love Pink dan Yayasan Kanker Indonesia (YKI). Diskusi ini menjadi ajang berbagi pengalaman dalam pemberdayaan komunitas pasien kanker dan mengembangkan program kerja yang efektif.
“Kami mendapat banyak pelajaran dari berbagai negara, terutama dari Afrika dan India, tentang bagaimana mereka berhasil dalam memberdayakan masyarakat untuk menghadapi tantangan kanker, baik di kalangan perempuan, anak-anak, maupun laki-laki. Hal ini memberikan inspirasi untuk terus memperkuat komunitas pasien di Indonesia,” jelas Nurlina.
IICC 2024 menjadi bukti bahwa kolaborasi lintas negara dan sektor dapat mendorong percepatan upaya pengendalian kanker yang lebih inklusif dan berkeadilan. Dengan kehadiran para pakar dan organisasi dari seluruh dunia, diharapkan upaya ini mampu mengurangi kesenjangan akses pengobatan kanker di seluruh lapisan masyarakat.
“Harapannya, melalui program ini, Indonesia dapat menjadi pelopor dalam pengendalian kanker di Asia Tenggara, dengan memperkuat infrastruktur kesehatan yang lebih inklusif,” tutup Prof. Nurlina.